Kamis, 03 April 2008

TEKNIK INVESTIGASI PARTISIPATIF

TEKNIK INVESTIGASI PARTISIPATIF
Oleh : Bimo Widjaja.

Pengantar
Dengan bekal pemahaman tentang analisa ekosistem dan hak anak, maka bila dikembangkan terus dengan selalu mempertanyakan terjadinya perubahan lingkungan dan anak dimanapun ia berada maka akan muncul kepekaan-kepekaan khusus dalam merasakan adanya “sesuatu yang tidak pas” terhadap lingkungan tempat berpijaknya dan anak-anak yang berada di lingkungan tersebut atau dengan kaki telanjang maka lingkungan dan keadaan anak akan bisa dibaca baik lingkungan biofisik (SDA) ataupun lingkungan sosial (SDM). Kepekaan ini akan hilang sedikit demi sedikit bilamana tidak diasah terus melalui perjuangan perbaikan lingkungan dan keadaan anak serta menghapus penindasan/ ketidak-adilan.
Dalam berhubungan dengan berbagai pihak maka seseorang butuh bahasa komunikasi universal yang berupa data dari serangkaian fakta di lapangan sehingga memudahkan pembahasan bersama akan adanya “dugaan-dugaan kerusakan lingkungan dan diskriminasi anak”. Data tersebut biasanya disajikan dalam bentuk rangkaian fakta baik berupa rangkaian kejadian dan perubahan unsur lingkungan dan keadaan anak, rangkaian kejadian dan perubahan masalah rakyat, rangkaian perubahan unsur alam dan kesulitan-kesulitan yang dialami rakyat, rangkaian kejadian dan perubahan kebijakan pemerintah, rangkaian kejadian dan konflik-konflik yang muncul dll. Tampilan-tampilan fakta kejadian biasnya berupa : foto-foto kondisi lingkungan dan keadaan anak, tulisan-tulisan fakta lapangan, angka-angka penunjang ataupun rekaman-rekaman suara berbagai pihak yang berkepentingan terhadap sebuah kejadian terutama dari korban, grafik-grafik pola hubungan kejadian berdasarkan rangkaian waktu atau tempat dll.
Keseluruhan proses mengumpulkan fakta/ meneliti/ memeriksa silang inilah yang biasanya disebut investigasi yang mana investigasi ini biasa dilakukan oleh kepolisian, kehakiman ataupun oleh masarakat itu sendiri termasuk anak-anak. Kesulitan masyarakat dalam membuat data rangkaian fakta inilah yang akhirnya menuntut dimunculkannya cara-cara baru yang memudahkan masyarakat untuk mengemukakan fakta, pemahaman dan pandangan-pandangannya dalam rangka analisis kejadian di lingkungannya secara bersama shg. keputusan bersama bisa diambil. Dengan menggunakan teknik-teknik yang memudahkan masyarakat dan investigator/ eksplorator/ fasilitator (Teknik Investigasi Partisipatif) maka fakta lapangan akan mudah didapatkan untuk kemudian ditampilkan dalam bentuk data gambar, tulisan, angka-angka sehingga memudahkan terjadinya analisis secara mendalam oleh berbagai pihak yang berkepentingan. Tampilan data dari rangkaian fakta inilah yang akan menjadi data terpercaya dari masyarakat setelah disepakati bersama.

Bekal dasar seorang investigator :
1. Teknik bertanya partisipatif (bertanya semi-terstruktur)
2. Teknik merangkaikan fakta dan menampilkannya dalam bentuk kronologi kejadian dan perubahan lingkungan dan keadaan anak (biofisik dan sosial)
3. Tidak menghakimi, ramah, mudah memecah kebekuan, mampu menciptakan suasana informalitas, sedikit bertanya – siap banyak mendengarkan, peka membaca raut wajah dan intonasi suara, bersikap sederajat dan akrab, tidak menyalahkan dan mengkritik secara frontal, bersikap terbuka dan rendah hati, tidak menggurui tetapi menambah masukan, berpihak pada lingkungan , anak dan keadilan.

Teknik-teknik
v Teknik Pendugaan Awal
ü Bacalah beberapa informasi dari beberapa sumber data yang terpercaya atas telaah kejadian di suatu kawasan yang akan diinvestigasi
ü Cari dengar isu-isu yang marak dibicarakan oleh orang-orang di kawasan tersebut untuk mendapatkan kemungkinan adanya isu lingkungan dan anak
ü Berjalanlah menyusuri alam dengan waktu yang berbeda-beda (pagi/ siang/ sore/ malam) pada suatu kawasan untuk mendapatkan informasi awal yang bisa ditangkap panca indera serta mengarah ke dugaan awal terjadinya kerusakan lingkungan yang dilalui (bila perlu maka foto-foto kejadian dan fakta kondisi alam akan sangat membantu)
ü Susunlah beberapa isu yang tertangkap dan kemudian cobalah simulasikan dalam beberapa rangkaian saling mempengaruhi
ü Perkirakan berbagai pihak yang terlibat dalam isu tersebut (siapa saja yang mungkin diuntungkan dan siapa saja yang mungkin dirugikan) serta identifikasi kemungkinan-kemungkinan kerusakan lingkungan dan diskriminasi anak yang ditimbulkan
ü Diskusikan dengan beberapa rekan pro lingkungan , anak dan kerakyatan di kawasan tersebut dan pilihlah isu yang akan digarap dengan pertimbangan-pertimbangan bersama.

v Teknik bertanya partisipatif
ü Gunakan pertanyaan-pertanyaan yang tidak menghasilkan sekedar jawaban Ya dan Tidak
ü Gunakan pertanyaan-pertanyaan yang dimulai dengan kapan, dimana, mengapa, yang mana, bagaimana, apa saja, apa yang, …dll.
ü Siapkanlah beberapa model pertanyaan untuk sebuah informasi yang diinginkan
Ø Susunlah pedoman wawancara yang mengarah dan memudahkan
Ø Pilih orang/ keluarga/ rumah tangga/ komunitas/ lembaga yang akan diwawancarai
Ø Buatlah janji untuk bertemu/ pilih waktu bersama-sama
Ø Pada awal wawancara, perkenalkan diri dan jelaskan maksud tujuan yang tidak asing bagi bahasa setempat
Ø Lakukan obrolan ringan, terkini, terdekat, mengarah sambil mengamati lingkungan dan aktivitas anak
Ø Kembangkan wawancara dari topik ke topik atau mengikuti capaian informasi yang masuk kemudian dikembangkan secara kreatif
Ø Cantumkan nama-nama yang terlibat dalam wawancara dan tanggal wawancara sebagai notulen hasil wawancara
ü Bertanyalah pada orang yang tepat, pada waktu dan tempat yang memudahkan munculnya fakta serta pembahasan atas fakta tersebut
ü Selalu ciptakan suasana akrab dan mulailah bertanya dengan kejadian terdekat terkini
ü Lakukan pengujian silang atas fakta-fakta yang dikemukakan pada orang yang sama ataupun berbeda
ü Foto narasumber utama biasanya juga sangat membantu
ü Gunakan alat dan bahan setempat yang sekiranya memudahkan diskusi/ pembahasan atas suatu informasi yang sudah diperoleh (untuk penajaman) atau yang ingin diperoleh.
ü Keterlibatan kontak person yang akrab bagi narasumber serta memahami maksud dan tujuan investigator biasanya akan sangat membantu pencapaian hasil

v Teknik merangkaikan Fakta
Dari fakta-fakta yang berhasil dikumpulkan, maka susunlah dalam kategori yang memudahkan orang lain memahami dan merangkaikan hubungan antar fakta-fakta tersebut dalam kurun ruang dan waktu yang ditetapkan (mingguan, bulanan, tahunan, musiman, ataupun harian).
Urutkanlah rangkaian kejadian/ fakta/ perubahan kondisi alam dan sosial tersebut dalam satuan waktu dari masa lalu menuju yang terkini dalam bentuk tabulasi data.
Lengkapilah data-data tersebut dengan gambar-gambar ataupun foto-foto yang menunjang atau menjelaskan. Pernyataan-pernyataan yang relevan dari narasumber utama ataupun orang yang potensial mempengaruhi kejadian pada waktu tertentu bisa pula disertakan. (Rekaman suara atau saksi-saksi ketika bicara sangat diperlukan)
Catatan :
§ Tabel rangkaian fakta pada umumnya meliputi waktu, gambaran kejadian, gambaran kondisi alam, gambaran kondisi sosial masyarakat korban ditambah beberapa keputusan/ kesepakatan/ pernyataan-pernyataan dari pihak-pihak yang berkepentingan, kebijakan/ aturan yang relevan serta gambaran langkah perjuangan korban/pihak lain yang sudah ditempuh dan hasilnya.
§ Penyusunan rangkaian fakta akan memiliki nilai/ bobot politis serta biasanya sangat membantu dalam menggalang opini publik/ masyarakat bila diserta keterangan tentang kecenderungan dan perubahan yang mungkin timbul serta mengancam kesejahteraan masyarakat setempat.
§ Angka-angka penguat fakta juga sangat diperlukan
§ Selalu diskusikan bersama dengan orang/ kelompok-kelompok pro lingkungan,anak dan keadilan di kawasan tersebut ataupun rekan lain kawasan yang berkaitan dengan isu yang ditangani
§ Hal ini bisa mengawali tercapainya kemenangan-kemenangan yang nyata dan disadari secara bersama di masyarakat.
Contoh :
Januari 1998 (waktu) Air K.Winongo mulai berbau sengak, berbuih, hangat di malam hari, sering ditemukan ikan mati(Kondisi SDA) Masyarakat mulai gatelan bila nyuci di sungai serta anak-anak tidak lagi berani bermain di sungai (Kondisi SDM) Terjadi dialog 5 orang wakil masyarakat Dsn Ngelo yang terdiri atas para orang tua beserta anak-anaknya dengan Bupati Bantul dan Pihak PT Gatel Raya. Gugatan warga yang menuntut a,… b,… c,… d,…. hanya dipenuhi/dikabulkan yang butir c. dengan alasan Bupati Bantul….. dan alasan PT Gatel Raya …… sehingga warga yang mendengar dari luar gedung marah, mengumpat dan mengacung-acungkan tangannya. Pada kesempatan ini terjadi kesepakatan untuk rembugan lagi bersama dengan menambah pihak lain yaitu ….pada malam 1 Syuro di Parangkusumo (Kejadian yang relevan) Aturan Perda No. 10/1998 Kab. Bantul menyatakan bahwa :”Pihak manapun yang membangun industri wajib mengelola limbah yang dihasilkannya agar tidak mengganggu kepentingan publik pada radius 50 m dari lokasi pabrik”. (Penyadaran Hukum) Apakah masyarakat DAS Progo dan DAS-DAS manapun juga siap gatelan setiap saat karena serbuan pabrik-pabrik pencemar lingkungan yang tidak terjaring aturan. Orang bijak taat kedaulatan rakyat. Lingkungan adalah milik bersama dan bukannya milik yang dekat pabrik saja. (Penggalangan opini dan aliansi strategis)
Buat dalam bentuk tabel yang menarik + ruang data gambar.

Penutup
Investigasi partisipatif pada saatnya merupakan pekerjaan sehari-hari sebagai naluri aktivis. Teknik investigasi disusun sepenuhnya untuk memudahkan pengungkapan fakta yang akhirnya membantu penyadaran kritis publik yang potensial menjadi kawan lingkungan, kawan orang termarginalkan, kawan anak dll. serta menjadi bagian dari alat perjuangan. Fakta yang terkemas rapi dengan diperkuat oleh saksi-saksi korban bisa merupakan alat bukti sekunder dari terjadinya sebuah gerakan sosial.. Kelemahan dalam perjuangan rakyat selama ini biasanya ditunjukkan dengan minimnya fakta yang ditampilkan dan analisisnya yang dianggap tidak sesuai dengan kaidah kebenaran hukum tertulis yang ditafsirkan sepotong-sepotong sehingga penyadaran hukum (misalnya : Konvensi Hak Anak) merupakan bagian terpadu dari proses penguatan sosial atas kasus apapun. Penyadaran kritis rakyat dan transparansi kebijakan publik adalah langkah awal untuk merebut kedaulatan rakyat yang berarti pula sebagai langkah awal pengelolaan SDA berbasis rakyat (memiliki perspektif anak) secara berkelanjutan
Beberapa model pertanyaan :
X Pertanyaan ingatan : dimana anda mengalami?, Kapan hal itu terjadi?, Apakah hal ini terjadi pada anda?, Apakah ada hubungan hal ini dengan pengalaman anda sebelumnya serta kejadian kemarin?
X Pertanyaan pengamatan : Apa ini ?, Apa yang sedang terjadi?, Apa yang anda lihat ketika itu?
X Pertanyaan analitik (penguraian sebab akibat) : Mengapa perbedaan pendapat itu terjadi ?, Bagaimana pengaruh kejadian tersebut terhadap anak-anak?
X Pertanyaan Hipotetik (memancing praduga) : Apa yang akan terjadi jika ?, bagaimana seandainya bila anak nanti tidak bisa lag bermain ?
X Pertanyaan pembandingan : Siapakah dalam hal ini yang benar ?, Mana yang lebih baik antara …. Dan …… ?
X Pertanyaan proyektif (mengungkap masa depan) : Bayangkan jika keadaan dusun seperti ini terus, apa yang masih bisa dilakukan anak-anak ?
X Pertanyaan tertutup : …. Ya khan? (pertanyaan ini sebaiknya dihindari oleh fasilitator)
Beberapa Catatan :
1. Usahakan pertanyaan secara singkat dan jelas tetapi jangan sampai menjadikan masyarakat gelagapan serta hindari gaya menghakimi
2. Sangat membantu bila pertanyaan seorang peserta kepada kita yang mengarah jawaban penyuluhan untuk ditanyakan balik (Menurut anda sendiri bagaimana ?) agar ia sendiri mau berfikir dan tidak menganggap fasilitator tahu segalanya
3. Bila terjadi debat antar warga maka harus dalam kendali fasilitator.

PARADIGMA-PARADIGMA SOSIOLOGI dan ANSOS

PARADIGMA-PARADIGMA SOSIOLOGI
dan
ANALISIS SOSIAL



PENGANTAR

Tulisan ini telah menyita perhatian karena telah merubah cara kita berpikir tentang teori-teori sosial dan kita berharap bahwa kita akan berlaku sama untuk yang lain. Tulisan ini menjelaskan dan membantu mengatasi apa yang kiranya menjadi sumber utama kebingungan dalam ilmu-ilmu sosial pada saat sekarang. Pada awalnya tulisan ini hanya bermaksud menghubungkan teori-teori organisasi dalam konteks kemasyarakatan yang lebih luas. Tetapi, dalam wacana yang lebih luas, tulisan ini sekaligus juga mencakup banyak aspek dari filsafat dan teori sosial secara umum.

Dalil kami adalah bahwa teori sosial dapat secara mudah dipahami dari empat kunci paradigma, yang didasarkan atas perbedaan anggapan metateori tentang sifat dasar ilmu sosial dan sifat dasar dari masyarakat. Empat paradigma itu dibangun atas pandangan-pandangan yang berbeda mengenai dunia sosial. Masing-masing pendirian menghasilkan (melahirkan) analisanya sendiri-sendiri mengenai kehidupan sosial. Masing-masing paradigma melahirkan teori-teori dan pandangan-pandangan yang didalamnya terdapat pertentangan fundamental yang ditimbulkan dalam paradigma lainnya.

Sejumlah analisa-analisa teori sosial telah membawa kita berhadap-hadapan langsung dengan sifat dari asumsi-asumsi yang mengandung perbedaan pendekatan pada ilmu sosial.

ASUMSI-ASUMSI DASAR ILMU SOSIAL



Tesis utama dalam tulisan ini adalah bahwa semua teori tentang masyarakat didasarkan pada (atas) filsafat ilmu dan teori sosial tertentu. Fildsafat dan teori ilmu sosial selalu mengandung empat anggapan dasar (asumsi): ontologis, epistemologis, pandangan tentang manusia (human nature), dan metodologi. Semua pakar ilmu sosial mendekati pokok kajian mereka dengan asumsi-asumsi (baik eksplisit maupun implisit) mengenai dunia sosial dan cara dimana dunia sosial diteliti.

ASUMSI ONTOLOGIS
Asumsi ini memperhatikan inti dari fenomena yang diamati. Para pakar ilmu sosial misalnya dihadapkan pada pertanyaan dasar ontologis: apakah realitas diteliti sebagai suatu yang berada di luar diri manusia yang merasuk ke dalam alam kesadaran seseorang; ataukah merupakan hasil dari kesadaran seseorang? Apakah relaitas itu merupakan keadaan yang obyektif atau hasil dari pengetahuan seseorang (subyektif)? Apakah realitas itu memang sesuatu yang sudah ada (given) di luar pikiran seseorang atau hasil dari pikiran seseorang.

ASUMSI EPISTEMOLOGIS
Ini berkaitan dengan anggapan-anggapan dasar mengenai landasan ilmu pengetahuan, yaitu bagaimana seseorang mulai memahami dunia sosial dan mengkomunikasikannya sebagai pengetahuan kepada orang lain. Anggapan dasar ini berkaitan juga dengan bentuk-bentuk pengetahuan apa saja yang bisa didapat dan bagaimana seseorang memilah-milah mana yang dikatakan “benar” dan “salah”. Dikotomi benar dan salah itu sendiri menunjukkan pendirian atau sikap epistemologi tertentu. Didasarkan atas pandangan tentang sifat ilmu pengetahuan itu sendiri: apakah misalnya mungkin mengenal dan mengkomunikasikan sifat ilmu pengetahuan sebagai sesuatu yang wujud nyata dan dapat disebarkan atau diteruskan dalam bentuk nyata; atau apakah ilmu pengetahuan itu merupakan sesuatu yang lebih halus (tidak berujud), lebih mempribadi, bersifat rohaniah dan bahkan mengatasi kenyataan (transendental) yang lebih didasarkan pengalaman dan pengetahuan pribadi yang unuk dan hakiki? Di sini epistemologi menentukan posisi yang ekstrim: apakah pengetahuan itu sesuatu yang dapat diperoleh (dipelajari) dari orang lain atau sesuatu yang dimiliki atas dasar pengalaman pribadi.

ASUMSI HAKEKAT MANUSIA
Ini terutama mengenai hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Semua ilmu sosial secara jelas harus didasarkan pada asumsi ini, karena kehidupan manusia hakekatnya adalah subyek sekaligus obyek dari pencarian dan penemuan pengetahuan. Kita dapat mengindentifikasi pandangan ilmu sosial, yang mengandung pandangan manusia dalam menanggapi keadaan-keadaan di luar dirinya secara mekanistik atau deterministik. Pandangan ini mengarahkan manusia bahwa manusia dan pengalamannya dihasilkan oleh lingkungan, manusia dibentuk oleh keadaan sekitar di luar dirinya. Pandangan ini dipertentangkan dengan anggapan bahwa manusia memiliki peran penciptaan yang lebih besar, memiliki kemauan bebas (free will), menduduki peran kunci, bahwa seseorang adalah pencipta lingkungan sekitarnya, pengendali dan bukan dikendalikan, sebagai dalang (master) bukan wayang (marionette). Dalam dua pandangan ekstrim ini kita dapat melihat perdebatan besar mengenai filsafast antara mereka yang membela “determinisme” dan mereka yang membela “volunterisme”. Semua ilmu sosial mengacu pada salah satu pandangan ekstrim ini dan ahli-ahli ilmu sosial tersebar di antara keduanya.

ASUMSI METODOLOGIS
Anggapan-anggapan dasar tersebut memiliki konsekuensi penting dalam hal cara seseorang menemukan pengetahuan tentang dunia sosial. Perbedaan asumsi ontologis, epistemologis, dan asumsi kecenderungan manusia akan membawa ahli ilmu sosial ke arah perbedaan metodologis, bahkan di kalangan ahli ilmu alam tradisional sekalipun yang jurang perbedaan mereka sangat tipis. Menelusuri metodologi yang digunakan kedua kubu itu sangatlah mungkin. Penganut paham ekstrim pertama, analisisnya akan dipusatkan pada hubungan-hubunhan dan tatanan-tatanan antara berbagai unsur yang membentuk masyarakat dan menemukan cara yang dapat menjelaskan hubungan (relationship) dan keteraturan (regularity). Cara ini merupakan upaya mencari hukuim-hukum yang dapat diberlakukan secara umum untuk menjelaskan kenyataan sosial. Penganut pandangan kedua, upayanya terarah pada berbagai masalah masyarakat yang berbeda dan dipahami dengan cara berbeda pula. Upayanya terpusat memahami cara seseorang menafsirkan, merubah dan membentuk dunia di mana ia berada. Tekanannya pada pemahaman dan pengertian khas dan unik setiap orang pada kenyataan yang umum. Menekankan sifat kenisbian kenyataan sosial. Pendekatan ini sering dianggap “tidak ilmiah” oleh penganut kaidah-kaidah ilmu pengetahuan sosial.


Bagan Asumsi-Asumsi Dasar ilmu Sosial
(Dimensi Subyektif-Obyektif)
PENDEKATAN SUBYEKTIF PENDEKATAN OBYEKTIF

Nominalisme Ontologi Realisme

Anti-positivisme Epistemologi Positivisme

Volunterisme Hakekat Manusia Determinisme

Ideografis Metodologi Nomotetis











Nominalisme – Realisme : Debat Ontologis
Kaum nominalis beranggapan bahwa realitas sosial yang dianggap merupakan sesuatu yang berada di luar diri seseorang hanyalah sekedar nama-nama (names), konsep atau label yang digunakan menjelaskan realitas sosial. Mereka tidak menerima adanya kenyataan masyarakat di manapun yang benar-benar dapat dijelaskan oleh konsep semacam itu. Penamaan itu hanyalah rekaan saja untuk menjelaskan, memberi pengertian dan memahami realitas. Nominalisme sering disejajarkan dengan paham konvensionalisme. Keduanya sulit dibedakan.

Realisme beranggapan bawa realita sosial sebagai sesuatu di luar diri seseorang, merupakan kenyataan yang berujud, dapat diserap, dan merupakan tatanan nisbi yang tetap. Realitas itu ada, berwujud sebagai keutuhan yang dapat dialami (empirical entities). Mungkin kita saja yang belum menyadari dan belum memilii penamaan atau konsep untuk menjelaskannya. Kenyataan sosial ada terpisah (independen) dari pemahaman seseorang terhadapnya. Orang dilahirkan dan kenyataan sudah ada di luar dirinya, bukan berarti orang itu yang menciptakannya. Realitas ada mendahului keberadaan dan kesadaran seseorang terhadapnya.


Anti-positivisme – Positivisme: Debat Epistemologis
Sebutan “kaum positivis” sama seperti “kaum Borjuis” berkesan sentimen dari suatu pandangan tertentu. Istilah itu digunakan di sini untuk mengidentifikasi sikap atau pendirian epistemologis tertentu. Istilah positivisme sering dicampuradukkan dengan “empirisme”, ini mengeruhkan beberapa pengertian pokok dan bernada olok-olok.

Pendirian epistemologis kaum positivis didasarkan pada pendekatan tradisional yang digunakan dalam ilmu alam. Perbedaannya hanya dalam istilah yang digunakan. Hipotesa mengenai tatanan sosial dapat dibuktikan kebenarannya melalui penelitian eksperimental; tetapi sering juga jipotesa itu keliru dan tak pernah dapat dibuktikan kebenarannya. Kaum verifikasionis (ingin membuktikan kebenaran) dan falsisikasionis (ingin membuktikan kekeliruan) hipotesa tentang tatanan sosial sependapat bahwa pengetahuan hakekatnya merupakan proses kumulatif dimana pemahaman-pemahaman baru diperoleh sebagai tambahan atas kumpulan pengetahuan atau penghapusan atas hipotesa salah yang pernah ada.

Pendirian epistemologis kaum anti-positivis beragam jenisnya, yang semuanya tidak menerima berlakunya kaidah-kaidah atau menegaskan tatanan sosial tertentu terhadap semua peristiwa sosial. Realitas sosial adalah nisbi, hanya dapat dipahami dari pandangan orang-perorang yang langsung terlibat dalam peristiwa sosial tertentu. Mereka menolak kedudukan sebagai “pengamat” seperti layaknya kedudukan kaum positivis. Seseorang hanya bisa “mengerti” melalui kerangka berpikir orang yang terlibat langsung atau diri mereka sendiri sebagai peserta atau pelaku dalam tindakan. Seseorang hanya bisa mengerti dari sisi dalam, bukan dari luar realitas sosial. Karena itu, ilmu sosial bersifat subyektif dan menolak anggapan bahwa ilmu pengetahuan dapat ditemukan sebagai pengaetahuan tentang apa saja.

Volunterisme – Determinisme : Debat Hakekat Manusia
Kaum determinis menganggap bahwea manusia ditentukan oleh keadaan lingkungan sekitar dimana ia berada. Kaum volunteris beranggapan manusia sepenuhnya pencipta dan berkemauan bebas. Kedua anggapan ini merupakan unsur paling hakiki dalam teori ilmu sosial.

Ideografis – Nomotetis: Debat Metodologis
Pendekatan ideografis mengatakan bahwa seseorang hanya dapat memahami kenyataan sosial melalui pencapaian pengetahuan langsung dari pelaku atau orang yang terlibat dalam peristiwa sosial. Pendekatan ini menekankan analisisnya secara subyektif dengan cara masuk ke dalam keadaan dan melibatkan diri dalam kehidupan sehari-hari. Hubungan langsung sedekat mungkin dengan memahami sejarah hidup dan latar belakang para pelaku sangat penting dalam pendekatan ini. Masalah yang diteliti dibiarkan muncul apa adanya.

Pendekatan nomotetis mementingkan adanya seperangkat teknik dan tata cara sistematik dalam penelitian, seperti metode ilmu alam dengan mengutamakan proses pengujian hipotesa dengan dalil-dalil yang baku. Cara ini juga mengutamakan teknik-teknik kuantitatif untuk menganalisis data. Survei, angket, tes kepribadian dan alat-alat baku yang sering digunakan dalam metodologi nomotetis.


ANGGAPAN-ANGGAPAN DASAR
MENGENAI SIFAT ILMU SOSIAL



Ada dua tradisi pemikiran besar yang mewarnai perkembangan ilmu sosial selama lebih duaratus tahun terakhir. Pertama adalah sosiologi positivisme. Aliran ini mewakili pandangan yang berusaha menerapkan cara dan bentuk penelitian ilmu alam ke dalam pengkajian peristiwa sosial atau kemanusia. Realitas sosial disamakan dengan realitas alam. Meniru kaum realis dalam ontologinya, kaum positivis dalam epistemologinya, pandangan deterministik mengenai sifat manusia dan nomotetis dalam metodologinya.

Tradisi kedua adalah idealisme Jerman, berlawanan dengan yang pertama. Aliran ini menyatakan bahwa realitas tertinggi bukan kenyataan lahir yang dapat dilihat oleh indera, tetapi “ruh” atau “gagasan”. Karena itu, ontologinya nominalis, epistemologinya anti-positivis dimana sifat subyektifitas dari peristiwa kemanusiaan lebih penting dan menolak cara dan bentuk penelitian ilmu alam, berpandangan volunteris terhadap fitrah manusia, dan menggunakan pendekatan ideografis dalam analisis sosialnya.

Sejak 70 tahun terakhir telah mulai bersentuhan antara kedua tradisi besar terutama di bidang filsafat sosial. Jalan tangan dari kedua kutub memunculkan bebrapa pemikiran baru seperti fenomenologis, etnometodologi dan terori-teori aksi. Aliran tengah ini selain menyatakan pendiriannya sendiri sering juga menentang aliran sosiologi positivisme. Aliran-aliran ini dapat dipahami dengna baik dengan mengenali perbedaan-perbedaan anggapan dasarnya masing-masing.


ANGGAPAN-ANGGAPAN DASAR
TENTANG
HAKEKAT MANUSIA





Semua pendekatan dalam mengkaji masyarakat didasarkan pada kerangka berpikir, pandangan dan anggapan-anggapan dasar tertentu.

Debat Ketertiban – Pertentangan (Order-Conflict Debate)
Dahrendorf (1959) dan Lockwood (1956) mengadakan pembedaan pendekatan sosiologi dalam dua pandangan: pandangan tentang sifat keseimbangan dan ketertiban sosial dan pandangan mengenai perubahan, pertentangan dan pemaksaan suatu tatanan masyarakat. Yang pertama penganutnya jauh lebih banyak dari kedua. Menurut Dawe, yang pertama merupakan teori sosial. Cohen (1968), Silverman (1970), Van den Bergh (1969) mwnganggap perdebatan itu semu dan tidak ada gunanya. Coser (1956) memandang pertentangan sosial berfungsi penting untuk mnenjelaskan ketertiban sosial sehingga perlu dijadikan ragam dalam teori sosial.

Cohen (1968), berdasarkan anggapan dasarnya mengenai corak sistem sosial, menyebutkan bahwa corak sistem sosial yang tertib ditandai oleh: perjanjian bersama (commitment), kerapatan (cohesion), kesetiakawanan (solidarity), kesepakatan (consensus), imbal balik (reciprocity), kerjasama (coorperation), keterpaduan (integration), ketetapan (stability), dan kekukuhan (persitence). Corak pertentangan sosial ditandai pemaksaan (coercion), pemisahan (division), percekcokan (hostility), ketidaksepakatan (dissensus), pertentangan (conflict), ketidakpaduan (malintegration) dan perubahan (change).

Bagan Teori Masyarakat:
Ketertiban dan Pertentangan
KETERTIBAN PERTENTANGAN

Ketetapan (stability) Perubahan (change)

Keterpaduan (integration) Pertentangan (conflict)

Koordinasi fungsional Pemisahan (disintegration)

Kesepakatan (consensus) Pemaksaan (coercion)









Selanjutnya ia mengatakan bahwa Dahrendorf keliru karena membuat pemisahan antara ketertiban dan pertentangan, padahal sangat mungkin teori sosial menggabungkan unsur-unsur kedua corak masyarakat, sehingga tidk perlu diperdebatkan.

Tahun 1960-an lahir gerakan budaya penentang (counter-culture movement). Tahun 1968 revolusi Perancis gagal, maka sosiolog kemudian beralih dari kajian-kajian tentang tatanan (struktur) masyarakat ke kajian-kajian perseorangan. Gerakan kaum subyektivis dan teori aksi semakin diminati sehingga perdebatan ketertiban dan pertentangsan sosial terbenam kalah, debat fisafat dan metode ilmu sosial kian marak. Dengan tenggelamnya perdebatan itu maka pakar sosial merupakan karya Marx dan cenderung melirik Weber, Durkheim dan Pareto yang cenderung mengkaji satu sisi dari masyarakat, yaitu ketertiban sosial. Karena itu sangatlah penting menghidupkan kembali debat ketertiban sosial. Karena itu sangatlah penting menghidupkan kembali debat ketertiban dan pertentangan karena apa yang disebut “kesepakatan sosial” bisa jadi hasil penggunaan kekuatan yang memaksa.

Wright Mills (1959) menyatakan bahwa apa yang dikatakan Parson tentang “orientasi nilai” (value orientation) dan “tatanan nilai” (normative structure) hanyalah perlambangan untuk legitimasi kekuasaaan. Dahrendorf menyebutnya kesepakatan sebagai sistem mengesahkan tatanan kekuasaan, sedang Mills menyebutnya “penguasaan” (domination).

Analisa ketertiban sosial diwakili oleh teori-teori fungsional yang cenderung meladeni kepentingan kekuasaan, bersifat statis dalam arti ingin melanggengkan kemapanan (status quo). Teori pertentangan justru bertujuan menjelaskan proses dan sifat perubahan struktural paling mendasar dalam masyarakat. Yang ingin dituju adalah terjadinya transformasi masyarakat secara radikal.

Banyak analisis tentang ketertiban dan pertentangan ini sering salah tafsir, terjebak dan membuat pengertian menjadi suram tentang perbedaan mendasar keduanya. Oleh karena diusulkan adanya perubahan-perubahan tertentu yang lebih tegas dan radikal dalam menganalisis keduanya, maka digantilah peristilahan yang lain sama sekali yakni: keteraturan (regulation) dan perubahan radikal (radical change).



KETERATURAN vs PERUBAHAN RADIKAL


Istilah ini diusulkan karena telah terjadi banyak ketidakjelasan dalam membedakan corak ketertiban dan pertentangan sosial. Istilah keteraturan menunjuk pada teori sosial yang menekankan pentingnya kesatuan (unity) dan kerapatan (cohesiveness). Teori ini mendambakan adanya keteraturan dalam peristiwa kemanusiaan. Istilah perubahan radikal sarat dengan keinginan menjelaskan tentang perubahan-perubahan radikal dalam masyarakat, pertentangan-pertentangan yang mendasar dalam masyarakat, bentuk-bentuk penguasaan yang menandai masyarakat modern. Pandangan ini bertujuan membebaskan manusia dari berbagai struktur (tatanan) masyarakat yang membatasi dan menghalangi potensinya untuk berkembang. Pertanyaan-pertanyaan dasarnya adalah masalah harkat manusia, baik fisik maupun kejiwaan. Pandangan ini utopis, memandang ke depan, menanyakan apa yang mungkin dan bukan sekadar apanya saja, melihat kemungkinan berbeda dari sekadar kemapanan.

Skema Keteraturan Perubahan Radikal
Sosiologi Keteraturan Sosiologi Perubahan Radikal
Kemapanan Perubahan Radikal
Ketertibah Sosial Pertentangan Struktural
Kesepakatan Bentuk-bentuk Penguasaan
Kerapatan dan Keterpaduan Sosial Saling Pertentangan
Kesetiakawanan Pemerdekaan
Pemuasaan Kebutuhan Pemerosotan Harkat Manusia
Hal-hal yang Wujud Nyata Hal-hal yang Masih Terpendam










DUA DIMENSI, EMPAT PARADIGMA


Sejak 1960-an telah terjadi banyak aliran pemikiran sosiologi bermunculan. Dalam perkembangannya berbagai pemikiran dasar sosiologi justru menjadi kabur. Pada awal 1970-an telah terjadi kebuntuan dalam perdebatan sosiologi baik mengenai sifat ilmu sosial dan sifat masyarakat seperti halnya terjadi pada 1960-1n. Untuk menembus kebuntuan itu diusulkan untuk menampilkan kembali beberapa unsur penting dari perdebatan yang terjadi pada 1960-an dan cara baru dalam menganalisis empat paradigma sosiologi yang berbeda. Empat paradigma itu ialah: humanis, radikal, strukturalis radikal, interpretatif, fungsionalis.


Paradigma Teori Sosial
PERUBAHAN RADIKAL


Humanis Radikal Strukturalis Radikal



Interpretatif Fungsionalis



SUBYEKTIF OBYEKTIF



KETERATURAN

Keempat paradigma tampak berhampiran satu sama lain tetapi tetap pada pendirian masing-masing, karena memang dasar pemikirannya berbeda secara mendasar.



Sifat dan Kegunaan Empat Paradigma

Paradigma diartikan sebagai anggapan-anggapan meta-teoretis yang paling mendasar yang menentukan kerangka berpikir, cara mengandaikan dan cara bekerjanya para penganut teori sosial yang menggunakannya. Di dalamnya tersirat adanya kesamaan pandangan yang mengikat sekelompok penganut teori dalam cara pandang dan cara kerja yang sama dalam batas-batas pengetian yang sama pula. Jika ilmuwan sosial telah menggunakan paradigma tertentu, maka berarti memandang dunia dalam satu cara yang tertentu pula. Sehingga di sini ada empat pandangan yang berbeda mengenai sifat ilmu pengetahuan dan sifat masyarakat yang didasarkan pada anggapan-anggapan meta-teoretis.

Empat paradigma itu merupakan cara mengelompokkan cara berpikir seseorang dalam suatu teori sosial dan merupakan alat untuk memahami mengapa pandangan-pandangan dan teori-teori tertentu dapat lebih menampilkan setuhan pribadi di banding yang lain. Demikian juga alat untuk memetakan perjalanan pemikiran teori sosial seseorang terhadap persoalan sosial. Perpindahan paradigma sangat dimungkinkan terjadi, dan ini revolusi yang sama bobotnya dengan pindah agama. Hal ini pernah terjadi pada Marx yang dikenal Marx tua dan Marx muda, perpindahan dari humanis radikal ke strukturalis radikal. Ini disebut “perpecahan epistemologi” (epistemological break). Juga terjadi pada diri Silverman, dari fungsionalis ke interpretatif.


Paradigma Fungsionalis
Paling banyak dianut di dunia. Pandangannya berakar kuat pada tradisi sosiologi keteraturan. Pendekatannya terhadap permasalahan berakar dari pemikiran kaum obyektivis. Memusatkan perhatian pada kemapanan, ketertiban sosial, kesepakatan, keterpaduan sosial, kesetiakawanan, pemuasan kebutuhan dan hal-hal yang nyata (empirik). Condong realis dalam pendekatannya, positivis, determinis dan nomotetis. Rasionalitas diutamakan dalam menjelaskan peristiwa sosial, berorientasi pragmatis artinya berusaha melahirkan pengetahuan yang diterapkan, berorientasi pada pemecahan masalah yakni langka-langkah praktis untuk pemecahan masalah praktis juga. Mendasarkan pada filsafat rekayasa sosial untuk dasar bagi perubahan sosial, menekankan pentingnya cara-cara memelihara dan mengendalikan keteraturan sosial. Berusaha menerapkan metode ilmu alam dalam pengkajian masalah kemanusiaan.

Paradigma ini mulai di Perancis pada dasawarsa pertama abad ke-19 dibentuk karena pengaruh karya August Comte, Herbert Spencer, Emile Durkheim dan Wilfredo Pareto. Aliran ini mengatakan: realitas sosial terbentuk oleh sejumlah unsur empirik nyata yang hubungan semua unsurnya dapat dikenali, dikaji, diukur dengan cara dan menggunakan alat seperti dalam ilmu alam. Menggunakan kias ilmu mekanikan dan biologi untuk menjelaskan realitas sosial sangan biasa dalam aliran ini.

Sejak awal abad ke-20, mulai dipengaruhi oleh tradisi pemikiran idealisme Jerman seperti karya Max Weber, George Simmel dan George Herbert Mead. Banyak kaum fungsionalis mulai meninggalkan rumusan teoretis dari kaum obyektivitas dan memulai pewrsentuhan dengan paradigma interpretatif. Kias mekanika dan biologi mulai bergeser ke pandangan para pelaku langsung dalam proses kegiatan sosial. Pada 1940-an, pemikiran sosiologi perubahan radikal mulai menyusupi kubu kaum fungsionalis untuk meradikalisasi teori-teori fungsionalis. Sungguh pun telah terjadi persentuhan dengan paradigma lain, paradigma fungsionalis tetap saja secara mendasar menekankan pemikiran obyektivitas tentang realitas sosial untuk menjelaskan keteraturan sosial. Karena persentuhan dengan paradigma lain itu maka sebenarnya telah lahir beragam pemikiran yang berbeda dalam paham fungsionalis. Interaksi antar paradigma digambarkan sebagai berikut :

Pengaruh Pemikiran yang Membentuk Paradigma Fungsionalis
PERUBAHAN RADIKAL


Teori Marxis


Idealisme Jerman


SUBYEKTIF OBYEKTIF




KETERATURAN Sosiologi positivisme

Paradigma Interpretatif
Kubu ini sebenarnya menganut ajaran-ajaran sosiologi keteraturan, tetapi mereka menggunakan pendekatan subyektivitas dalam analisa sosialnya, sehingga hubungan mereka dengan sosiologi keteraturan bersifat tersirat. Mereka ingin memahami kenyataan sosial menurut apa adanya, mencari sifat yang paling dasar dari kenyataan sosial menurut pandangan subyektif dan kesadaran seseorang yang langsung terlibat dalam peristiwa sosial bukan menurut orang lain yang mengamati.

Pendekatannya cenderung nominalis, anti-positivis dan ideografis. Kenyataan sosial muncul karena dibentuk oleh kesadaran dan tindakan seseorang. Karenanya mereka berusaha menyelami jauh ke dalam kesadaran dan subyektifitas pribadi manusia untuk menemukan pengertian apa yang ada di balik kehidupan sosial.

Sungguhpun demikian, anggapan-anggapan dasar mereka masih tetap didasarkan pada pandangan bahwa manusia hidup serba tertib, terpadu dan rapat, kamapanan, kesepakatan, kesetiakawanan. Pertentangan, penguasaan, benturan sama sekali tidak menjadi agenda kerja mereka. Mereka ini terpengaruh langsung oleh pemikiran sosial kaum idealis Jerman, yang berasal dari pemikiran Kant yang lebih menekankan sifat hakekat rohaniah daripada kenyataan sosial. Perumus teori ini antara lain Dilthey, Weber, Husserl, dan Schutz.

Paradigma Humanis Radikal
Para penganutnya berminat mengembangkan sosiologi perubahan radikal dari pandangan subyektifis. Pendekatan terhadap ilmu sosial sama dengan kaum interpretatif yaitu nominalis, anti-positivis, volunteris dan ideografis. Arahnya berbeda, yaitu cenderung menekankan perlunya menghilangkan atau mengatasi berbagai pembatasan tatanan sosial yang ada.

Pandangan dasarnya yang penting adalah bahwa kesadaran manusia telah dikuasai atau dibelenggu oleh suprastruktur ideologis yang ada di luar dirinya yang menciptakan pemisah antara dirinya dengan kesadarannya yang murni (aliensi), atau membuatnya dalam kesadaran palsu (false consciousness) yang menghalanginya mencapai pemenuhan dirinya sebagai manusia sejati. Karena itu agenda utamanya adalah memahami kesulitan manusia dalam membebaskan dirinya dari semua bentuk tatanan sosial yang menghambat perkembangan manusia sebagai manusia. Penganutnya mengecam kemapanan habis-habisan. Proses-proses sosial dilihat sebagai tidak manusiawi. Untuk itu mereka ingin memecahkan masalah bagaimana manusia bisa memutuskan belenggu-belenggu yang mengikat mereka dalam pola-pola sosial yang mapan untuk mencapai harkat kemanusiaannya. Meskipun demikian masalah-masalah pertentangan struktural belum menjadi perhatian mereka.

Paradigma Strukturalis Radikal
Penganutnya juga memperjuangkan sosiologi perubahan radikal tetapi dari sudut pandang obyektifitas. Pendekatan ilmiahnya memeiliki beberapa persamaan dengan kaum fungsionalis, namun mempunyai tujuan akhir yang saling berlawanan. Analisanya lebih menekankan pada pertentangan struktural, bentuk-bentuk penguasaan dan pemerosotan harkat kemanusiaan. Karenanya pendekatannya cenderung realis, positivis, determinis dan nomotetis.

Kesadaran manusia dianggap tidak penting. Hal yang lebih penting adalah hubungan-hubungan struktural yang terdapat dalam kenyataan sosial yang nyata. Mereka menekuni dasar-dasar hubungan sosial dalam rangka menciptakan tatanan sosial baru secara menyeluruh. Penganut paradigma ini terpecah dalam dua perhatian, pertama lebih tertarik untuk menjelaskan bahwa kekuatan sosial yang berbeda-beda serta hubungan antar kekuatan sosial merupakan kunci untuk menjelaskan perubahan sosial. Sebagian mereka lebih tertarik padaa keadaan penuh pertentangan dalam suatu masyarakat. Paradigma ini diilhami oleh pemikiran Marx tua setelah terjadinya perpecahan epistemologi dalam sejarah pemikiran Marx, selain pengaruh Weber. Paradigma inilah yang menjadi bibit lahirnya teori sosiologi radikal. Penganutnya antara lain Althusser, Polantzas, Colletti, dan beberapa penganut kelompok kiri baru.







Diterjemahkan secara bebas oleh Roem Topatimasang dari
Gibson Burrel & Gareth Morgan, Sociological Analysis & Organisational Analysis: Element of the Sociology of Corporate Life, Heinemann, Porthmouth, NH, 1979, H. 21-37.
Khusus sebagai bahan bacaan pelatihan kalangan sendiri.

KELINCI DAN KURA-KURA BIJAK

Disuatu hari, kura-kura berdebat dengan kelinci mengenai siapa yang lebih cepat. Akhirnya mereka memutuskan untuk adu lari dan sepakat jalurnya. Kelinci melesat ninggalin kura-kura. Setelah tahu kura-kura tertinggal dibelakang, kelinci mutusin untuk beristirahat sejenak sebelum lanjut lagi. “Ah! Gue istirahat dulu, ntar kalo sikura-kura udah deket baru gue lari lagi,” kelinci duduk dibawah pohon (ga di atas pohon, karena kelinci ga bisa manjat) dan akhirnya tertidur pules.
Kura-kura akhirnya melalui kelinci yang sedang tertidur dan memenangkan lomba adu lari. Akhirnya kelincipun terbangun dan menyadari dirinya kalah.
Moral : Alon-alon asal kelakon yang akan BERJAYA
Wach Apa Yach………???!!!,,…

Remaja adalah masa yang paling pelik, pun begitu kondisinya masa remaja adalah masa penentuan seseorang berhasil atau tidaknya hidup di dunia ini. Dikala remaja inilah seseorang pasti akan bertanya pada dirinya,”Siapa aku yach..aku mau jadi apa hidup di dunia ini…?”. Namun kenyataannya, pada skala dunia yang semakin memanas ini.. sayang.. pertanyaan yang mendasari potensi dirinya itu berubah menjadi,”Siapa dan apa yang harus aku ikuti biar ga’ KeJam yach….?” (alias Ketinggalan Jaman).

Nach…..saat inilah kamu harus memberikan opini kamu bagaimana harusnya remaja itu. Kirimkan opini kamu itu ke : Kotak Saran PD IRM Kota Metro lebih cepat lebih baik. Dan yang paling baik opininya akan DITAYANGKAN di mading PD IRM Kota Metro loch….!!! Makanya buruan………selak entEk……!!!
Karena malu dan kecewa mendalam, kelinci melakukan antisipasi kegagalan (Root Cause Analysis) Ia yakin bahwa kekalahannya hanya karena ia terlalu percaya diri, ceroboh dan lalai. “Kalo kemaren gue ga macem-macem, ga mungkin gue kalah,” Pikir kelinci.
Didatanginya lagi si Kura-kura,”Hei kura-kura, sini lo…,gue ga trime lo menang kemaren, ayo kita lomba lagi, kali ini gue pasti menang!”
Si Kura-kura nyante aje ngejawab,”Hayuuuk, siapa takuuuut!”.
Akhirnya lomba dimulai, dan dari awal lomba kelinci melesat meninggalkan kura-kura dan terus berlari hingga di garis finish. Beneran juga, kelinci yang menang.
Moral : Yang Cepet Dan Konsisten Selalu Mengalahkan Yang Alon-alon Asal Kelakon

Kura-kura panas dan setelah dipikir-pikir baru nyadar kalo dia ga bakalan bisa ngalahin kelinci dengan kondisi seperti itu. Ditantangnyalah kelinci adu lari di suatu tempat, “Hei kelinci ayo kita lomba adu lari lagi. Sekarang kita lewat jalan sana. Brani ga lo?” ditantang seperti itu, kelinci langsung maju aja karena dah yakin dia bakalan menang, wong kemaren aja dia bisa menang.
Lomba dimulai dan dengan kencangnya kelinci berlari meninggalkan kura-kura. Di depannya sebuah sungai membentang. “Duh !, gimana gue nyebrangin ni sungai? Gue ga bisa brenang lagi,” termenung kelinci mencari jalan menyebrangi sungai, lama termenung. Akhirnya kelinci melihat kura-kura datang dan nyebur berenang di sungai, keluar lagi berjalan pelan menuju garis finish dan menang dech si kura-kura.
Moral : Ketahuilah…., Jikalau Punya Kemampuan Maka Ubah Keadaan Sesuai Kemampuan Yang Kita punya.

Ngeliat si kelinci terpaku sedih, kura-kura pun menghampiri dan bilang, ”Dah, jangan sedih, besok kita ulangin lagi, tapi kita bareng-bareng.” Esoknya, lomba dimuali lagi, tapi sekarang kelinci nggendong kura-kura sampai di tepi sungai. Kemudian gantian kura-kura nggendong kelinci nyebrangin sungai dilanjutkan lagi kelinci nggendong kura-kura sampe garis finish. Hasilnya mereka berdua lebih cepat sampai di garis finish.
Moral : Pinter dan Kemampuan Tapi Ga Bisa Kerjasama Bakalan Percuma Karena Dengan Kerjasama Maka Kekurangan Akan Dipenuhi Oleh Yang Lainnya.

Amanat :
ü Yang cepat dan konsisiten selalu mengalahkan yang alon-alon asal kelakon
ü Bekerjalah sesuai kemampuanmu
ü Kumpulkan sumber daya dan kerjasama tim selalu mengalahkan kelebihan pribadi
ü Jangan menyerah jika gagal
ü Berlombalah dengan situasi, jangan saling saingan

by Adhe atw ka’ dany ghaza

Selasa, 01 April 2008

Janganlah Sombong!

Satu sifat yang paling dibenci oleh Allah SWT adalah sombong. Sombong adalah menganggap dirinya besar dan memandang orang lain hina/rendah.

Allah melarang kita untuk sombong:

”Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.” [Al Israa’:37]

Allah benci dengan orang-orang yang sombong:

”Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” [Luqman:18]

Nabi berkata bahwa orang yang sombong meski hanya sedikit saja niscaya tidak akan masuk surga:

Dari Ibn Mas’ud, dari Rasulullah Saw, beliau bersabda: “Tidak akan masuk sorga, seseorang yang di dalam hatinya ada sebijih atom dari sifat sombong”. Seorang sahabat bertanya kepada Nabi Saw: “Sesungguhnya seseorang menyukai kalau pakainnya itu indah atau sandalnya juga baik”. Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah Swt adalah Maha Indah dan menyukai keindahan. Sifat sombong adalah mengabaikan kebenaran dan memandang rendah manusia yang lain” [HR Muslim]

Nabi juga berkata bahwa orang yang sombong niscaya akan disiksa oleh Allah di akhirat nanti:

Dari al-Aghar dari Abu Hurarirah dan Abu Sa’id, Rasulullah Saw bersabda: “Allah Swt berfirman; Kemuliaan adalah pakaian-Ku, sedangkan sombong adalah selendang-Ku. Barang siapa yang melepaskan keduanya dari-Ku, maka Aku akan menyiksanya”. [HR Muslim]

(Dikatakan kepada mereka): “Masuklah kamu ke pintu-pintu neraka Jahannam, sedang kamu kekal di dalamnya. Maka itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang sombong .” [Al Mu’min:76]

Abi Salamah meriwayatkan bahwa Abdullah bin Amr bertemu dengan Ibn Umar di Marwah. Keduanya kemudian turun dan berbicara satu sama lain. Selanjutnya Abdullah bin Amr berlalu dan Ibn Umar duduk sambil menangis tersedu-sedu. Ketika ditanya tentang apa yang membuatnya menangis, beliau menjawab: “Laki-laki ini (yakni Abdullah bin Amr) telah mengaku bahwa dia mendengar Rasulullah Saw bersabda: “Barang siapa yang di dalam hatinya ada sebijih atom dari sifat sombong, maka Allah Swt akan menimpakan api neraka ke arah wajahnya” Baihaqi

Dari hadits di atas cukuplah bagi kita untuk menyadari bahwa sifat sombong sangat berbahaya bagi kita.

Imam Ghazali dalam kitabnya, ”Ihya’ ’Uluumuddiin” menulis bagaimana mungkin manusia bisa bersifat sombong sementara dalam dirinya terdapat 1-2 kilogram kotoran yang bau?

Terkadang orang sombong karena kekayaannya. Siapa orang terkaya di dunia? Qarun dulu sangat kaya. Perlu 7 orang yang sangat kuat hanya untuk mengangkat ”KUNCI-KUNCI” gudang kekayaannya yang berisi emas permata. Orang terkaya di dunia saat ini (per 20 Agustus 2007), Carlos Slim (mengalahkan Bill Gates yang memiliki kekayaan US$ 56 milyar) memiliki kekayaan US$ 59 milyar atau rp 551 trilyun lebih (Fortune Magazine).

Namun yang patut diingat, ketika orang yang disebut kaya itu lahir mereka tidak memiliki apa-apa. Ketika mati juga tidak membawa apa-apa kecuali kain yang melekat di badan. Pada saat mati tidaklah berguna segala harta dan apa yang telah mereka kerjakan.

”Tidaklah berguna baginya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.” [Al Lahab:2]

Sebagaimana Qarun, harta yang kita miliki tak lain milik Allah yang dititipkan kepada kita. Ketika kita mati kita akan berpisah dengan ”harta” kita.

”Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya; dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” [Al Maa-idah:120]

Sering orang sombong karena kekuasaan atau jabatan. Padahal kekuasaan dan jabatan juga tidak kekal. Ketika mati, maka kekuasaan pun hilang. Kita diganti dengan yang lain.

”Katakanlah: “Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” [Ali ’Imran:26]

Fir’aun raja Mesir yang sombong saat ini telah menjadi mayat yang tidak berdaya. Alexander the Great atau Iskandar Agung yang kerajaannya meliputi sebagian Afrika, Eropa, dan Asia saat ini tinggal tulang-belulang belaka. Hitler yang dulu ditakuti juga telah tiada begitu pula dengan musuh-musuhnya.

Hanya Allah Maha Perkasa yang tetap kekal dan hidup abadi selama-lamanya. Lalu apa yang membuat manusia pantas untuk merasa sombong?

Ada juga orang yang sombong karena wajahnya yang cantik dan rupawan. Padahal ketika tua, maka mukanya akan jelek dan keriput. Ketika sudah dikubur, maka wajahnya hanya akan tinggal tulang tengkorak belaka. Pantaskah manusia untuk bersikap sombong?

Ada lagi yang sombong karena kekuatannya atau badannya yang kekar. Kita saksikan Samson yang dulu sanggup mengalahkan singa dengan tangan kosong kini sudah terbujur dalam tanah. Muhammad Ali yang dulu sering membanggakan diri sebagai yang terbesar (I am the Greatest) kini lemah terkena penyakit parkinson. Begitu tua orang sekuat apa pun akan jadi lemah. Begitu mati dia sama sekali tidak berdaya.

Allah mengingatkan bahwa manusia diciptakan dari air mani yang tidak berharga. Pantaskah manusia bersikap sombong?

”Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik air mani, maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata!” [Yaa Siin:77]

Dari tulisan di atas jelas bahwa tidak ada alasan bagi manusia untuk bersikap sombong. Ancaman neraka bagi orang yang sombong meski hanya sekecil atom hendaknya membuat kita jadi orang yang rendah hati.(Ghaza)

Keutamaan Ilmu

Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap Muslim, begitu Nabi bersabda.

“Menuntut ilmu adalah wajib atas setiap muslim.” (HR.Bukhari)

Ilmu membuat seseorang jadi mulia, baik di hadapan manusia juga di hadapan Allah:

” ….Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan, Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al Mujaadilah [58] : 11)

Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. Az-Zumar [39]: 9).

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama”. (TQS.Fathir [35]: 28)

„Adakah sama antara orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? (Az-Zumar:9)

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu

pengetahuan beberapa derajat.” (Al-Mujadilah:11)

Dalam Kitab Ihya ‚Uluumuddiin susunan Imam Al Ghazali disebut bahwa Nabi berkata: „Di akhirat nanti tinta ulama ditimbang dengan darah para syuhada. Ternyata yang lebih berat adalah tinta ulama!“ Nabi juga berkata bahwa meninggalnya 1 kabilah (penduduk 1 kampung) lebih ringan daripada meninggalnya seorang ulama.

Itulah kemulian orang yang berilmu!

Menuntut ilmu itu pahalanya begitu besar:

“Barangsiapa berjalan di satu jalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allah mudahkan jalan menuju surga. Dan sesungguhnya malaikat meletakkan sayap-sayapnya bagi penunutu ilmu tanda ridha dengan yang dia perbuat. (Dari hadits yang panjang riwayat Muslim)

“Barangsiapa keluar dalam rangka thalabul ilmu (mencari ilmu), maka dia berada dalam sabilillah hingga kembali.” (HR. Tirmidzi, hasan)

“Barangsiap menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR.Muslim)

“Barangsiapa yang Allah kehendaki padanya kebaikan maka Allah akan pahamkan dia dalam (masalah) dien (agama).” (HR.Bukhari)

Dalam hadits lainnya dijelaskan bahwa ilmu yang wajib dituntut adalah ilmu yang bermanfaat. Yang bukan hanya benar, tapi juga dapat mendekatkan diri kita kepada Allah SWT dan dapat memberi kebahagiaan bagi kita, keluarga, dan masyarakat baik di dunia mau pun di akhirat.

Rasulullah saw bersabda: “Apabila anak cucu adam itu wafat, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholih yang mendoakan orangtuanya.” (HR.Muslim, dari Abu Hurairah ra)

Allah berfirman, “Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering) nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat (ilmu dan hikmah) Allah. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha bijaksana.” (QS Lukman [31] : 27)

Ilmu itu begitu luas, dari yang bermanfaat hingga yang tidak bermanfaat. Contoh ilmu yang bermanfaat adalah ilmu agama, ilmu fisika, ilmu komputer, dsb. Contoh ilmu yang tidak bermanfaat bahkan terlarang adalah ilmu sihir, ilmu meramal/astrologi, dsb. Begitu banyak ilmu namun waktu kita begitu sedikit. Oleh karena itu hendaknya dipakai untuk mempelajari ilmu yang bermanfaat.

Oleh karena itu, Rasulullah SAW pernah memohon dalam doanya, “Allaahumma inni a’uudzubika min ‘ilmin laa yanfa’u”. ‘Ya, Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat.’

Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Allah SWT Memberi wahyu kepada Nabi Dawud a.s. Firman-Nya, “Wahai, Dawud. Pelajarilah olehmu ilmu yang bermanfaat.”

“Ya, Rabbi. apakah ilmu yang bermanfaat itu ? ” tanya Nabi Daud.

“Ialah ilmu yang bertujuan untuk mengetahui keluhuran, keagungan, kebesaran, dan kesempurnaan kekuasaan-Ku atas segala sesuatu.Inilah yang mendekatkan engkau kepada-Ku.”

Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Ar Rabi-i’, Rasulullah SAW bersabda, “Tuntutlah ilmu. Sesungguhnya, menuntut ilmu adalah pendekatan diri kepada Allah Azza wa Jalla, sedangkan Mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah shadaqah. Sesungguhnya ilmu pengetahuan adalah keindahan bagi ahlinya didunia dan akhirat.”

Ternyata ilmu yang bermanfaat itu adalah ilmu yang menyebabkan kita semakin dapat mengenal Allah, yang dapat kita amalkan, yang membuat kita rendah hati serta terhindar dari sifat takabur..

Ilmu selain diyakini kebenarannya juga harus diamalkan. Sebab ilmu tanpa amal, seperti pohon yang tidak berbuah.

“Barangsiapa mengamalkan apa-apa yang ia ketahui, maka Allah akan mewariskan kepadanya ilmu yang belum diketahuinya, dan Allah akan menolong dia dalam amalan nya sehingga ia mendapatkan surga. Dan barangsiapa yang tidak mengamalkan ilmunya maka ia tersesat oleh ilmunya itu. Dan Allah tidak menolong dia dalam amalannya sehingga ia akan mendapatkan neraka “. (hadits)

Begitu juga amal tanpa ilmu, hanya akan membawa kehancuran. Contohnya orang tidak pernah belajar menerbangkan pesawat tentu akan berbahaya jika dia menerbangkan pesawat. Setelah diamalkan, maka disunnahkan bagi kita untuk mengajarkan ilmu tersebut ke orang lain yang belum mengetahui.

Kita menuntut ilmu dunia selama 12 tahun dari SD hingga SMA. Setiap hari paling tidak 5 jam kita mempelajari ilmu dunia. Tapi pernahkah kita menghitung berapa lama kita belajar ilmu agama? Adakah sejam sehari?

Jika tidak, sungguh malang nasib kita, padahal ilmu agama penting bagi kita guna mendapatkan kebahagiaan di akhirat. Bukankah kebahagiaan di akhirat lebih baik dan lebih kekal? Bukankah hidup di dunia hanya sekejap saja (Cuma sekitar 63 tahun)?

Meski dia profesor Fisika atau Pakar Komputer, tapi jika tidak tahu ilmu agama sehingga sholat, puasa, zakat, dsb tidak benar niscaya dia akan masuk neraka.

Tentu saja bukan maksud kita mengenyampingkan ilmu dunia. Mempelajari ilmu dunia yang bermanfaat adalah fardu kifayah. Sejarah Islam menunjukkan bahwa meski ummat Islam gemar mempelajari ilmu agama, namun ilmu dunia mereka juga tinggi. Angka yang dunia pakai sekarang adalah angka Arab (Arabic Numeral) yang diperkenalkan sarjana Muslim kepada dunia. Bukan angka Romawi atau Eropa! Aljabar (Algebra), Algoritma yang mengembangkannya adalah sarjana Muslim: Al Khawarizm. Demikian pula di bidang kedokteran dikenal Avicenna (Ibnu Sinna), di bidang sosial Averroes (Ibnu Rusyid), dsb. Kimia (Chemical) juga berasal dari bahasa Arab Alkimia (Alchemy). Yang memperkenalkan angka 0 ke dunia adalah ummat Islam. Itulah prestasi ummat Islam di bidang ilmu dunia.

Jika sebagian muslim sudah mempelajarinya (misalnya ada beberapa orang yang belajar ilmu kedokteran), maka gugurlah kewajiban itu bagi yang lainnya. Tapi mempelajari ilmu agama adalah fardu ‘ain, kewajiban bagi setiap Muslim. Tanpa ilmu, maka semua amalnya akan ditolak.

Yang pertama harus kita pelajari adalah aqidah atau tauhid yang juga disebut “Ushuluuddiin” (Dasar-dasar Agama). Ini adalah fondasi yang harus kita kuasai. Kita bukan cuma tahu bahwa rukun iman ada 6, tapi juga tahu dalil-dalilnya. Sebagai contoh, beriman kepada Allah. Kita juga harus tahu sifat-sifat Allah seperti wujud (ada). Kita tidak bisa cuma bilang bahwa Tuhan itu ada. Tapi juga harus bisa membuktikan/menjelaskan dalil-dalil bahwa Tuhan itu memang ada.

Tanpa aqidah yang kuat, maka seseorang yang ibadahnya rajin dapat tersesat atau murtad dengan mudah.

Setelah aqidah kita kuat dan dilandasi dengan ilmu, baru kita mempelajari Fiqih. Fiqih adalah ilmu yang menjelaskan cara-cara beribadah kepada Allah seperti sholat, puasa, zakat, hubungan dengan sesama manusia, dan sebagainya. Banyak kewajiban mau pun larangan yang harus kita ketahui, ada di kitab-kitab Fiqih.

Yang harus kita ketahui lagi adalah, ilmu agama harus berlandaskan Al Qur’an dan Hadits yang shahih. Jika satu masalah tidak tercantum dalam Al Qur’an dan Hadits, baru dilakukan ijtihad. Tapi ijtihad ini pun tidak boleh bertentangan dengan Al Qur’an dan hadits.

Menuntut ilmu juga niatnya harus untuk Allah semata. Bukan untuk kepentingan pribadi.

Dalam Kitab Bidayatul Hidayah, Imam Al Ghazali menulis sebagai berikut : “Wahai, hamba Allah yang rajin menuntut ilmu. Jika kalian menuntut ilmu, hendaknya dengan niat yang ikhlas karena Allah semata-mata. Di samping itu, juga dengan niat karena melaksanakan kewajiban karena menuntut ilmu wajib hukumnya, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda, “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap orang Islam laki-laki maupun perempuan” [HR Ibnu Abdul barr]

Janganlah sekali-kali engkau menuntut ilmu dengan maksud untuk bermegah-megahan, sombong, berbantah-bantahan, menandingi dan mengalahkan orang lain (lawan bicara), atau supaya orang mengagumimu. Jangan pula engkau menuntut ilmu untuk dijadikan sarana mengumpulkan harta benda kekayaan duniawi. Yang demikian itu berarti merusak agama dan mudah membinasakan dirimu sendiri.

Nabi SAW mencegah hal seperti itu dengan sabdanya. “Barangsiapa menuntut ilmu yang biasanya ditujukan untuk mencari keridhaan Allah, tiba-tiba ia tidak mempelajarinya, kecuali hanya untuk Mendapatkan harta benda keduniaan, maka ia tidak akan memperoleh bau harumnya surga pada hari kiamat. ” [HR Abu Dawud]

Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian menuntut ilmu untuk membanggakannya terhadap para ulama dan untuk diperdebatkan di kalangan orang-orang bodoh dan buruk perangainya. Jangan pula menuntut ilmu untuk penampilan dalam majelis (pertemuan atau rapat) dan untuk menarik perhatian orang-orang kepadamu. Barangsiapa seperti itu, maka baginya neraka…neraka.” [HR Tirmidzi & Ibnu Majah]

“Seorang ‘alim apabila menghendaki dengan ilmunya keridhaan Allah, maka dia akan ditakuti oleh segalanya. Akan tetapi, jika dia bermaksud untuk menumpuk harta, maka dia akan takut dari segala sesuatu.” demikian sabda Nabi SAW dalam riwayat lain. [HR. Ad Dailami]

Dirangkum dari berbagai tulisan seperti “Ilmu yang bermanfaat” (Aa Gym), “Ihya ‘Uluumuddiin” (Imam Al Ghazali)

created by : Adhe Kusuma Ardany, KPSDM

Pengkaderan Madya se-Propinsi Lampung

Ari Nurrohman
Lampung-
Sebanyak 24 Kader asal provinsi Lampung, mengikuti Taruna Melati 3 yang diadakan IRM (Ikatan Remaja Muhammadiyah) Wilayah Lampung tanggal 17 sampai 23 Maret 2008, di gedung LEC Kartika Metro, Lampung.

Pembukaan acara di hadiri oleh Walikota Metro Lukman Hakim, dan 500 pelajar Muhammadiyah, sedangkan dari Pimpinan Pusat IRM dihadiri ketua Kader Ridho Al Hamdi, serta Ketua Hubungan Luar Negeri Rossy Siti Rahmawati. Menurut Ketua Kader PP IRM Ridho Al Hamdi, pendidikan bukan hanya proses transfer ilmu dari guru ke murid, tetapi lebih dari itu pendidikan juga merupakan proses pembentukan budaya terampil, ilmu, dan taqwa.

Tema pada TM3 lampung adalah Partisipasi Pelajar Dalam Dunia Pendidikan dan dihadiri oleh Pimpinan Daerah se Propinsi Lampung, serta ditambah dengan perwakilan IRM Wilayah Bengkulu yang total berjumlah 24 orang. Materi dalam TM3 antara lain Falsafah Manusia dan Orang beragama, Nalar Kritis Gerakan Muhammadiyah Untuk Transformasi Sosial, Paradigma Kritis Trasformatif, Falsafah Pergerakan IRM, Falsafah Pendidikan, Analisis Pendekatan Transformatif dalam Gerakan Sosial, Analisi Sosial (ANSOS) dari Ideologi, Metode, hingga praktek.

Menurut ketua Kader Lampung Ari Nurrohman, diharapkan setelah menempuh pengkaderan Taruna Melati III, para peserta mampu melakukan gerakan nyata untuk perubahan IRM lampung mendatang, dan mampu membumikan dan menjalankan Sekolah Kader kedepan. (mac)

Panitia Pusat Muktamar IRM XVI Telah Ditetapkan

Jakarta – Setelah Rapat Pleno Pimpinan Pusat Ikatan Remaja Muhammadiyah menetapkan Banjarmasin sebagai Tuan Rumah Muktamar IRM XVI, selanjutnya Pimpinan Pusat IRM juga telah menetapkan susunan secara lengkap Panitia Pusat Muktamar XVI IRM yang akan bertanggung jawab secara penuh terhadap proses Muktamar yang akan berlangsung tanggal 4-8 November 2008 tersebut.

Rapat yang berlangsung pada tanggal 28-30 Maret 2008 di Cilember Bogor tersebut telah menetapkan Muhyil Qoyyim sebagai Ketua Panitia dan Reza Arfah sebagai Sekretaris Panitia. Selain pelaksanaan Muktamar itu sendiri ada beberapa rangkaian kegiatan yang akan dilakukan sebagai acara pendukung sekaligus persiapan menuju Muktamar itu sendiri. Menurut Muhyil Qoyyim, “meskipun pelaksanaan Muktamar masih akan berlangsung pada November 2008, namun panitia pusat harus sudah bekerja sejak dini baik proses acara pendukung maupun pengkondisian panitia penerima di Banjarmasin, mengingat ini Muktamar monumental sebagai “pintu” perubahan IRM kembali ke IPM”.

Kegiatan yang direncanakan sebagai acara pendukung sekaligus persiapan Muktamar 2008 adalah Launching Muktamar IRM XVI pada bulan Juli 2008 bersamaan dengan perayaan Milad IRM Ke-47 serta Lokakarya Nasional Materi Muktamar IRM XVI pada bulan Agustus 2008. Secara lengkap susunan Panitia Pusat Muktamar IRM XVI adalah sebagai berikut :

Ketua : Muhyil Qoyyim

Wakil Ketua : Akhmad Miftahudin

Sekretaris : Reza Arfah

Wakil Sekretaris : Runi Imanus Shofi

Bendahara : Hamba Fauzi Rahman

Wakil Bendahara : Sri Purnaningtyas Handayani

Divisi-divisi

Kesekretariatan : Vedro Fernandez

Amat Sofyan

Agus Maulana (SE Kantor Jakarta)

M. Arif Hidayatulloh (SE Kantor Yogyakarta)

Transportasi : Maulinda

Muhibuddin Danan Jaya

Penggalangan Dana : Virgo Sulianto Gohardi

dan Sponsorhip AR Syahputra Batubara

Deni Wahyudi Kurniawan

Tim Media Center : Machhendra Setyo Atmadja

Rossy Siti Rahmawati

Subhan Purno Aji

Publikasi : Musyaffa Basyir

dan Dokumentasi Syamsul Inai

Washian Bilhaq Fani

Tim Materi : Ridho Al Hamdi

Nurjannah Seliani Sandiah

Abrar Aziz

Panitia Pemilihan : Masmulyadi

Budi Hamid Putra

David Effendi

Acara & Persidangan: Andy Wijaya

Diyah Puspitarini

Bob Febrian

LAMPUNG Tuan Rumah TMU

Tanjungkarang – IRM – Ada perubahan nama dan jadwal mengenai kegiatan TMU yang akan dilaksanakan di Villa 21 Gisting, Kabupaten Tanggamus, Lampung. Semula kegiatan ini merupakan gabungan antara TM Utama dan PFN (Pelatihan Fasilitator Nasional). Namun perkembangan selanjutnya yang diputuskan pada Pleno PP IRM di Bogor, kegiatan ini ditetapkan cukup TM Utama saja. "Selain efisiensi waktu, materi kefasilitatoran juga skill yang harus dimiliki oleh seorang alumni TM Utama," ungkap Ridho Al-Hamdi, Ketua KPSDM Pimpinan Pusat IRM. Soal jadwal acara ditetapkan pada tanggal 1-13 Juli 2008. Peninjauan lokasi ditemani oleh Rossy Siti Rahmawati (Ketua HUBLA PP IRM), Slamet Nur Achmad Effendy, Ahmad Fathoni, dan Nashirussunnah (masing-masing Ketua Umum, Sekretaris Umum, dan Sekbid Irmawati PW IRM Lampung). Peninjauan lokasi dilakukan setelah pelatihan TM III di LEC Metro Lampung, 17-23 Maret 2008.

Perkaderan paripurna kali ini merupakan perkaderan nasional yang kedua dalam periode ini setelah TM Utama di Kendal Agustus 2007. Hal ini menjadi momen penting dalam rangka menuju perubahan nama IRM menjadi IPM. Di samping itu, TM Utama harus mampu melahirkan aktor-aktor perubahan IRM di era global, sehingga keberpihakan kita jelas kepada para pelajar yang hingga kini masih saja terdiskriminasikan.

Isu sentral yang akan gulirkan dalam TM Utama kali ini adalah globalisasi. Dengan tema "Menafsir Paradigma Gerakan Pelajar di Era Globalisasi" diharapkan para peserta yang nantinya akan hadir memiliki kesadaran mengapa mereka harus berjuang di IRM dan apa aksi-aksi yang harus dilakukan untuk para pelajar. Karena itu, materi-materinya pun harus merujuk pada isu sentral tersebut. Para pembicara yang akan hadir cukup beragam, baik akademisi, pengamat politik, agamawan, ilmuwan, aktivis partai, aktivis gerakan sosial, maupun birokrat pemerintah.

Selama tiga belas hari tersebut, para peserta tidak hanya ada di ruang pelatihan saja. Tetapi juga akan diajak oleh panitia lokal untuk jalan-jalan ke beberapa lokasi wisata. "Kami akan mengusahakan kepada pemerintah setempat untuk meminta adanya paket wisata buat para peserta," ungkap Slamet Nur Achmad Effendy ketika PP IRM berkunjung ke Lampung.

Karena itu, nantinya para peserta yang hadir benar-benar dituntut kualifikasinya. Tidak sembarang peserta bisa mengikuti parkaderan elit ini. Mereka yang hadir dalam pelatihan ini harus memenuhi kualifikasi di antaranya pernah mengikuti TM III, pernah mengelola pelatihan/perkaderan di wilayahnya, membuat makalah tentang kondisi perkaderan di wilayahnya masing-masing, bersedia mengikuti penuh selama pelatihan berlangsung, membawa buku-buku yang sesuai dengan alur pelatihan, serta memiliki komitmen penuh untuk berperan aktif selama pelatihan ini berlangsung. "Harapannya, PW IRM Se-Indonesia harus mendelegasikan kader-kader terbaiknya ke arena pertarungan ini," terang Budi Hamid Putrs yang ditunjuk sebagai Master of Training TM Utama kali ini.

Namun, PW IRM Se-Indonesia harus melaksanakan perkaderan TM III terlebih dahulu, sehingga memiliki kader-kader pilihan. Selamat berjuang dan bertemu di Lampung. (RAH)

NAPAK TILAS IRM

Sejarah Perjuangan IRM

Latar belakang berdirinya IPM tidak terlepas dari latar belakang berdirnya Muhammadiyah sebagai Gerakan Dakwah Islam Amal Ma’ruf Nahi Munkar dan sebagai kensekuensi dari banyaknya sekolah yang merupakan amal usaha Muhammadiyah untuk membina dan mendidik kader.

Di samping itu situasi dan kondisi politik di Indonesia pada era rahun 1956-an, dimana pada masa ini merupakan masa kejayaan PKI dan masa Orde lama. Muhammadiyah menghadapi tantangan yang sangat berat dari berbagai pihak. Sehingga karena itulah dirasakan perlu adanya dukungan terutama untuk menegakkan dan menjalankan misi Muhammadiyah. Oleh karena itu kehadiran Ikatan Pelajar Muhammadiyah sebagai organisasi para pelajar yang terpanggil pada misi Muhammadiyah dan ingin tampil sebagai pelopor, pelangsung dam penyempurna perjuangan Muhammadiyah.

Upaya dan keinginan pelajar Muhammadiyah untuk mendirikan organisasi pelajar Muhammadiyah telah dirintis sejak tahun 1919. Akan tetapi selalu saja mendapat halangan dan rintangan dari berbagai pihak, termasuk oleh Muhammadiyah sendiri. Aktivitas pelajar Muhammadiyah untuk membentuk kader organisasi Muhammadiyah di kalangan pelajar akhirnya mendapat titik –titik terang dan mulai menunjukkan keberhasilannya, yaitu ketika pada tahun 1958, Konferensi Pemuda Muhammdiyah di garut menempatkan organisasi pelajar Muhammmadiyah di bawah pengawasan Pemuda Muhammadiyah.

Keputusan Konferensi Pemuda Muhammadiyah di Garut tersebut diperkuat pada Muktamar Pemuda Muhammadiyah II yang berlangsung pada tanggal 24-28 Juli 1960 di Yogyakarta yakni dengan memutuskan untuk membentuk IPM (Keputusan II/ no.4).

Keputusan tersebut antara lain adalah sebagai berikut :

Muktamar meminta kepada PP Muhammdiyah Majelis Pendidikan bagian Pendidikan dan pengajaran supaya memberi kesempatan dan mengerahkan Kompetensi Pembentukan IPM kepada Pemuda Muhammadiyah.

Muktamar mengamanahkan kepada PP Pemuda Muhammadiyah untuk menyusun konsepsi Ikatan Pelajar Muhammadiyah dan untuk segera dilaksanakan setelah mencapai persesuaian pendapat dengan PP Muhammadiyah Majelis Pendidikan dan Pegajaran.

Setelah ada kesepakatan antara PP Pemuda Muhammadiyah dan PP Muhammadiyah Majelis Pendidikan dan Pengajaran pada tangggal 15 Juni 1961 ditandatanganilah peraturan bersama tentang organisasi Ikatan Pelajar Muhammadiyah.

Rencana pendirian IPM tersebut dimatangkan lagi di dalam Konferensi Pemuda Muhammadiyah di Surakarta tanggal 18-20 Juli 1961 dan secara nasional melalui forum tersebut IPM dapat berdiri dengan Ketua Umum Herman Helmi farid Ma’ruf, Sekretaris Umum Muhammmad Wirsyam Hasan.

Ditetapkan pula pada tangggal 5 Shafar 1381 bertepatan tanggal 18 Juli 1961 M sebagai hari kelahiran Ikatan Pelajar Muhammadiyah.

Irm Dari Masa Ke Masa

A. Tahun 1961-1966

Pada tahun ini PP IPM masih dalam pengawasan PP Pemuda Muhammadiyah, dan bersama-sama PP Pemuda Muhammadiyah berusaha mendirikan IPM di seluruh Indonesia. Pendirian IPM di seluruh Indonesian ini didukung oleh instruksi PP Pemuda Muhammadiyah no.4 tahun 1962 tahun 1962 tertangggal 4 Februari 1962 yang berisi Instruksi kepada Pemuda Muhammadiyah daerah se-Indonesia agar membentuk IPM di daerahnya masing-masing.

B. Tahun 1966-1969

Musyawarah Nasional Ikatan Pelajar Muhammadiyah I dilaksanakan pada tanggal 18-24 November 1966 di Jakarta dengan menghasilkan keputusan antara lain :

Membentuk PP IPM caretaker yakni pimpinan terdahulu yang bertugas melaksanakan tugas kepemimpinan IPM tingkat pusat sampai terbentuknya PP IPM yang baru.

Menunuk tim formatur yang terdiri dari Anwar Bey, M. Dfahmi Ms, M. Wirsyam dan unsur PP Muhammadiyah. Akan tetapi sebelas bulan kemudian baru terbentuk PP IPM dengan Ketua Umum Moh. Wirsyam Hasan, Sekretaris Umum Imam Ahmadi.

Menetapkan Muqadimah Anggaran Dasar IPM dan Anggaran Dasar.

Merumuskan Khitah Perjuangan IPM

Pada masa ini aktivis IPM pada umumnya ikut terlibat dalam mengantisipasi perkembangan politik Indonesia. Banyak Aktivis IPM turut terlibat dalam mengantisipasi perkembangan Politik Indonesia. Banyak aktivis IPM yang tergabung dalam KAPPI (Kesatuan Aksi Pelajar Pemuda Indonesia). Satu instruksi yang dikeluarkan PP IPM berkaitan dengan KAPPI ditunjukkan kepada daerah-daerah agar terlibat secara aktif di dalam KAPPI. Di samping itu di dalam Muktamar IPM ke-2 di Palembang dikeluarkan memorandum yang menyatakan bahwa IPM dari tingkat pusat sampai daerah akan tetap merupakan komponen aktif KAPPI masih tetap dapat menjaga kemurnian perjuangannya.

Tidak kalah pentingnya ditetapkan Sistem Pengkaderan IPM hasil seminar kader tangggal 20-23 Agustus 1969 di Palembang. Sejak inilah ulai dikenal istilah Taruna Melati, MABITA (Masa Bimbingan Anggota – yang kemudian berubah menjadi MABICA), Coaching Instruktur.

Pada periode ini eksistensi IPM digoyang dalam Tanwir Muhammadiyah tanggal 19-21 September 1968. Akan tetapi berkat argumentasi PP IPM dan dukungan AMM lain, akhirnya eksistensi IPM tetap dapat dipertahankan

C. Tahun 1969-1972

Munas/Muktamar II Palembang dilaksanakan pada tanggal 27-30 Agustus 1969 menyepakati adanya penyempurnaaan Khittah Perjuangan dengan dilengkapi Tafsir Khittah, Identitas, Tafsir Identitas, dan Tafsir Asas dan Tujuan IPM.

Pada periode yang dipimpin oleh Muhsin Sulaiman sebagai Ketua Umum, dan Ahmad Masuku sebagai Sekkretaris Umum berhasil ditetapkan lagu Mars IPM dan Himne IPM sebagai lagu resmi IPM.

D. Tahun 1972-1975

MUktamar III IPM di Surabaya melakukan penyempurnaan terhadap tafsir Khittah Perjuangan IPM, tafsir identitas IPM dan menghasilkan tafsir asas dan tujuan IPM serta teori perjuangan IPM. Juga menunjuk Abdul Shomad Karim dan Faisal sebagai Ketum dan Sekum.

Pada Konpiwil 1973 ditetapkan sebagai pedoman pengkaderan IPM pengganti pedoman terdahulu yang ditetapkan pada Muktamar II di Palembang.

Dalam periode ini aktivitas IPM banyak kemunduran, orientasi program nasionalnya yaitu: “Memantapkan IPM sebagai organisasi dakwah dan partisiasi dalam pembangunan nasional”.

E. Tahun 1975-1978

Mukatmar IPM IV yang dilaksanakan di Ujung Pandang tangggal 23-26 Agustus 1975 mengambil tema “ Membina dan Meningkatkan Peranan IPM sebagai Gerakan Dakwah di Kalangan Pelajar” dan menghasilkan program kerja nasional IPM dengan orientasi; meningkatkan partisipasi IPM dalam pembangunan nasional, dengan usaha antara lain: Aktif dalam usaha menanggulangi drop out, menggalakkan kepramukaan, meningkatkan studi pelajar, dan menanggulangi kenakalan remaja dan pemberantasan penyalahgunaan narkotika.

Pada tanggal 24-26 Desember 1976 hasil Konpiwil 1973 dikaji ulang dan direvisi dalam seminar kader IPM di Tomang Jakarta.

Sebagai Ketum adalah Gafarudddin dan Sekum Faisal Noor.

F. Tahun 1979 – 1983

Muktamar IPM V dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 17 – 11 Juli 1979 dengan mengambil tema: “Generasi muda agamis dan pelajar modal pembangunan bangsa”. Berhasil terpilih Asnawi Syar ini sebagai Ketum dan maulana Yusuf Widodo sebagai Sekum.

Dalam Mukatamar IPM V ditetapkan antara lain:

IPM tetap berfungsi sebagai organisasi ekstra dan intra sekolah.

IPM sebagai organisasi pembina dan pengembangan pelajar yang agamis dan terpelajar sebagai modal pembangunan bangsa.

Meningkatkan partisipasi IPM dalam pembangunan nasional:

Mendukung program-program pemerintah dalam pembinaan dan pembangunan generasi muda.

Meminta pada pemerintah untuk memperketat pengawasan dan pengedaran film serta mass media lain yang memuat gambar tidak senonoh demi menjauhkan generasi muda dari bahaya moral.

Orientasi programn IPM adalah studi, kepemimpinan dan dakwah.

G. Tahun 1983 – 1986

Muktamar IPM VI sedianya akan diselenggarakan di Purwakarta Jawa Tengah urung dilaksanakan karena tidak mendapat ijin pemerintah. Mulai saat itulah masalah nama Ikatan Pelajar Muhammadiyah menjadi permasalahan di tingkat pusat. Akhirnya Muktamar IPM VI diselenggarakan secara terbatas di Yogyakarta tanggal 30 sepetember – 2 Oktober 1983. Adapun sasaran program yang hendak dicapai adalah:

Terbinanya anggota IPM yang berdedikasi terhadap IPM.

Terbinanya IPM sebagai organisasi otonom Muhammadiyah yang memiliki mutu dan efektivitas dalam menyelenggarakan kepemimpinannya untuk mencapai tujuan.

Terbinanya peran serta aktif IPM sebagai ortom dalam fungsinya sebagai pelopor, pelangsung, peyempurna amal usaha Muhammmadiyah serta berintegrasi dalam Angkatan Muda Muhammadiyah lainnya.

Di bawah kepemimpinan Masyhari Makhasi dan Ismail Ts Siregar focus utama kegiatan dalam pembina ke dalam dengan melakukan konsolidasi organisasi sampai tingkat bawah. Pada periode ini SPI kembali diperbaharui melalui forum seminar dan Lokalarya Pengkaderan tahun 1985 di Ujung Pandang, dilakukan pula pengembangan materi pengkaderan yang ada.

H. Tahun 1986 – 1989

Muktamar IPM VII dapat terselenggara tanggal 26 – 30 April 1986 di Cirebon dengan tema: “Memantapkan gerakan IPM dalam membangun akhlak mulia dan memupuk kreatifitas pelajar”. Periode ini memiliki tujuan umum program nasional yaitu terciptanya tradisi keilmuan dan kreatifitas di kalangan anggota yang dijiwai oleh akhlak mulia sehingga menjadi teladan di lingkungannya.

Tidak kurang beberap konsep dihasilkan pada periode ini seperti Sistem Dakwah Pelajar yang berisi komponen Mabica, Maperta, Pekan Dakwah, Latihan Da’i. Di samping disusun pula Sistem Administrasi IPM.

Pada periode kepemimpinan Khoiruddin Bashory dan Azwir Alimuddin ini masalah nama IPM masih menjadi agenda penting dan belum menunjukkan hasil sehingga berakibat gagalnya rencana penyelenggaraan Muktamar VIII di Medan yang diganti menjadi Muktamar Terbatas (silaturahmi pimpinan) di Yogyakarta.

Tahun 1990 – 1993

Di bawah kepemimpinan M. Jamaluddin Ahmad dan Zainul Arifin AU, menghasilkan Konsep Pengembangan Sumber Daya Manusia, Latihan Penelitian, Pembentukan KIR, Pengelolaan Studi Islami.

Muktamar terbatas yang mengambil tema; “ Mengembangkan gerak IPM dalam membina akhlak dan kreatifitas pelajar menuju masyarakat utama” memberikan arahan program dengan target:

Meningkatkan kualitas hidup anggota IPM dan pelajar pada umumnya dengan usaha peningkatan penghayatan hidup yang tertib ibadah, tertib belajar dan tertib berorganisasi.

Meletakkan kerangka mekanisme kepemimpinan dan keorganisasian yang semakin mantap untuk melakukan pembinaan tahap berikutnya.

Perubahan IPM ke IRM

Dalam Konpiwil IPM 1992 Yogyakarta, Menpora Akbar Tanjung secara implisit menyampaikan kebijakan pemerintah pada IPM untuk melakukan penyesuaian tubuh organisasi.

Usai Konpiwil PP IPM diminta Depdagri mengisi formulir direktori organisasi dengan disertai catatan agar pada waktu pengambilan formulir tersebut nama IPM telah berubah.

Karenanya PP IPM yang sebelumnya telah mengangkat tim eksistensi yang bertugas menyelesaikan masalah ini melakukan pembicaraan intensif. Akhirnya diputuskan perubahan nama Ikatan Pelajar Muhammadiyah menjadi Ikatan Remaja Muhammadiyah.

Dengan pertimbangan:

Keberadaan remaja sebagai kader persyarikatan, umat dan bangsa selama ini belum mendapat perhatian sepenuhnya dari persyarikatan Muhamadiyah.

Perlunya pengembangan jangkauaan IPM

Adanya kebijakan pemerintah RI tentang tidak diperbolehkannya penggunaan kata “Pelajar” untuik organisasi berskala nasional.

Keputusan pergantian nama oleh PP IPM ini tertuang dalam SK PP IPM Nomor VI/ PP.IPM/ 1992, yang selanjutnya perubahan tersebut disajikan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah tanggal 22 Jumadil Awal 1413 H/18 November 1992 M melalui SK No. 53/SK-PP/IV.B/1.b/1992 tentang pergantian nama (Ikatan Pelajar Muhammadiyah menjadi Ikatan Remaja Muhammadiyah).

Dengan demikian secara resmi perubahan IPM menjadi IRM adalah sejak tanggal 18 November 1992.

J. Tahun 1993 – 1995

Setelah perubahan nama, maka Muktamar IRM pertama tanggal 3-7 Agustus 1993. Dengan pertimbangan nilai historis Muktamar itu disebut dengan Muktamar IRM IX yang bertemakan “Aktualisasi Gerak IRM dalam peningkatan kualitas remaja muslim menghadapi PJPT II”.

Muktamar yang berlangsung meriah dan dihadiri sekitar 700 orang utusan dari seluruh tanah air behasil menetapkan Anggaran Dasar, Khittah Perjuangan, Kepribadian IRM, Garis-Garis Besar Kebijakan IRM, Pimpinan Pusat periode 1993-1995 (Ketua Athailah A. Latief dan Sekretaris Arief Budiman) dan beberapa rekomendasi.

Termasuk dalam keputusan Muktamar adalah menetapkan sasaran utama program jangka panjang yaitu upaya menciptakan tradisi keilmuan yang berwawasan iptek dan tradisi berkarya krteatif yang dijiwai akhlak mulia dalam rangka membentuk sumber daya remaja yang potensial sehingga mampu menjadi modal utama bagi terbentuknya komunitas remaja yang islami dan menjadi pelopor di lingkungannya. Sasaran tersebut dilaksanakan secara bertahap, berencana dan berkesinambungan selama empat periode Muktamar.

Pada periode Muktamar IX (1993-1995) aktifitas IRM diarahkan kepada upaya penataan mekanisme gerakan yang kondusif bagi terciptanya tradisi keilmuan yang berwawasan iptek dan berkarya kreatif yang dijiwai akhlak mulia.

Pada Konpiwil IRM tahun 1994 di Kendal ditetapkan Anggaran Rumah Tangga dan setelah itu dilakukan penataan pimpinan dengan pergantian sekretaris yaitu M. Irfan Islami dan perubahan susunan personalia lainnya. Pada periode ini telah berhasil pula ditetapkan Anggaran Rumah Tangga, penyempurnaan Sistem Pengkaderan IRM, Pedoman Administrasi, Lagu Mars IRM dan peraturan-peraturan penting lainnya.

K. Tahun 1996 –1998

Muktamar X di Surakarta pada tanggal 11 – 15 maret 1996 dengan agenda pendukung acara yang sangat menarik adalah BASIRA (Bakti Silaturrahmi Remaja) yang terdiri dari Perkampungan Kerja dan Pelatihan Kepemimpinan Pelajar Muhammadiyah Se Indonesia. Muktamar ini memilih Izzul Muslimin sebagai Ketua dan sekretaris Iwan Setiawan Ar Rozie. Periode Muktamar X diarahkan pada upaya pemantapan mekanisme gerakan yang kondusif bagi terciptanya tradisi keilmuan yang berwawasan iptek dan tradisi berkarya kreatif yang dijiwai akhl;ak mulia. Pada periode ini terumuskan garis-garis besar kebijakan IRM (GBK IRM) yang mencakup tentang pola dasar kebijakan dan pola dasar kebijakan IRM jangka panjang. Periode 1996 – 1998 ini mulai dirintis adanya lembaga khusus PP IRM seperti LAPSI, Bina Mentari, Alifah, Bengkel Seni Ufuk dan Lembaga dakwah. Dalam jumlah personel pengurus boleh paling sedikit yang hanya berkisar 15 orang PP IRM, nanti pada Konpiwil Palembang 1997 terjadi penambahan pengurus dengan memasukkan anggota pimpinan.

L. Tahun 1998 – 2000

Muktamar XI di Makassar pada tanggal 21 –24 Mei 1998 Di makassar mengambil tema; “ Mentradisikan Ilmu, Mengembangkan Karya, Menuju Prestasi” dengan Ketua Taufiqurrahman dan Sekretaris Raja Juli Ahntoni. Yang diarahkan pada upaya pengembangan program yang mendukung terciptanya tradisi keilmuan yang berwawasan iptek dan tradisi berkya kreatif yang dijiwai akhlak mulia. Muktamar XI ini sangatlah bersejarah dalam benak seluruh kader IRM dimana pada tanggal 21 Mei 1998 bersamaan dengan pembukaan Muktamar juga terjadi proses pergantian kepemimpinan nasional dengan pengunduran diri Presiden Soeharto. Selain itu IRM kembali menegaskan komitmennya sebagai gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar tidak berpolitik praktis dalam Deklarasi Makassar, juga terjadi perubahan AD dan ART IRM, terumuskannya agenda aksi seperti sekolah kader, gerakan pendampingan agama Islam, gerakan advokasi remaja selain itu perintisan kerjasama dengan pihak Founding menjadi kerja-kerja periode ini seperti terlibatnya IRM dalam JPPR dalam program Pemilu 1999.

M. Tahun 2000 – 2002

Tanggal 8 – 11 Juli 2000 di Jakarta adalah Muktamar IRM ke 12 yang merupakan Muktamar gabungan dengan Muhammmadiyah, Aisyiah, Nasyiatul Aisyiah dan IRM, Muktamar yang dihadiri seluruh utusan pimpinan wilayah IRM ini membahas dan menetapkan penetapan kembali nama IRM setelah melauli perdebatan yang panjang setelah adanya usulan pengembalian nama IPM. Dalam Muktamar ke – 12 ini ditetapkan antara lain:

Dasar-Dasar Grrakan IRM atau Paradigma Gerakan IRM

Kepribadian IRM

Kepribadian Kader IRM

Perubahan Struktur Bidang IRM

Pada Muktamar ini bidang Irmawati ditiadakan, Bidang Organisasi dan Hikmah dan Advokasi merupakan bidang tambahan dari struktur IRM. Tema yang diangkat adalah “Meneguhkan jati Diri, Merapatkan barisan Menuju Indonesia Baru” ini menetapkan Raja Juli Antoni sebagai Ketua Umum dalam pemilihan langsung yang merupakan model pemilihan baru di IRM dan Arif Jamali Muis sebagai Sekretris Jendral. Pada Mukrtamar ini pula penyusunan kebijakan IRM jangka panjang tahap kedua ditetapkan selama empat kali pelaksanaan Muktamar dimulai dari periode muktamar XII sampai Muktamar XV dimana masing-masng tahapan memiliki sasaran khusus dalam kerangka sasaran jangka panjang yaitu:

Muktamar XII : diarahkan pada penataan dan pemantapan gerak organisasi dengan mengusahakan kemandirian/otonomisasi dan pengembangan program-program advokasi kepelajaran/ keremajaan yang muatan-muatannya antara lain adalah memupuk kepekaan sosial politik, etos intelektual dan nilai-nilai moral kepada remaja/ pelajar.

Muktamar XIII : diarahkan kepada pengembangan gerakan untuk mencapai daya tawar (bargaining position) IRM yang kuat dengan mengusahakan sikap kritisme organisasi pengembangan program-program pemberdayaan yang memuat antara lain penyadaraan politik, amaliah transformatif dan penguasaan IPTEK.

Muktamar XIV : diarahkan kepada penegmbangan gerakan untuk mewujudkan gerakan IRM sebagai kekuatan transformatif di masyarakat dengan mengusahakan penguasaan program-program alternatif pemberdayaan.

Muktamar XV : diarahkan kepada pengembangan gerakan meunju internasionalisasi gerakan dengan mengupayakan bentuk pemberdayaan yang dapat menguatkan daya saing yang antara lain bermuatan penguasan IPTEK dan keterampilan professional.

Dimana Muktamar XII diarahkan pada penataan dan pemantapan gerak organisasi dengan mengusahakan kemandirian/otonomisasi dan pengembangan program-program advokasi kepelajaran/keremajaan yang muatan-muatannya antara lain adalah memupuk kepekaan sosial politik, etos intelektual dan nilai-nialai moral kepada remaja/pelajar. Dimana pada periode ini semakin terlihat kerjasama dengan pihak Founding dengan beberapa agenda program di antaranya SRATK (Studi Refleksi Aktif tanpa Kekerasan). Penerbitan Buletin Retas dan Pelatihan Sadar Gender.

Selain itu adanya program pendampingan anak korban konflik Maluku dengan pembentukan relawan pada TOT paralegal, Peluncuran Album ke-2 lagu-lagu IRM. Dan tak kalah pentingnya adanya rekonstruksi Sistem Perkaderan pada acara Seminar dan Lokakarya Nasional Sistem Perkaderan IRM tanggal 20 –24 April 2002 di Kota makassar.

N. Tahun 2002 –2004

Membangun Kesadaran Kritis Remaja Sebagai Subjek Perubahan” adalah tema yang diangkat pada Muktamar ke-13 Di Yogyakarta pada tanggal 10 – 13 Oktober 2002, dimana disahkannya Khittah Perjuangan IRM atas penyesuaian dari dasar-dasar perjuangan IRM hasil Muktamar ke-12 serta revisi AD dan ART IRM. Pada Muktamar ini pula penyusunan kebijakan IRM jangka panjang tahap kedua mengalami perubahan sasaran umum dari sebelumnya, yaitu:

Muktamar XII : diarahkan pada penataan dan pemantapan gerak organisasi dengan mengusahakan kemandirian atau otonomisasi dan pengembangan program-program advokasi kepelajaram/ keremajan yang muatan-muatanya antara lain adalah memupuk kepekaaan sosial politik, etos intelektual dan nilai-nilai moral kepada remaja/pelajar.

Muktamar XIII : Diarahkan kepada mentradisikan kesadaran kritis di kalangan pelajar dan remaja melalui pengembangan nilai-nilai advokasi, kaderisasi dan penguatan infrastruktur.

Muktamar XIV : diarahkan kepada pengembangan gerakan untuk mewujudkan gerakan IRM sebagai kekuatan transformatif di masyarakat dengan mengusahakan pengayaan program-program alternatif pemberdayaan.

Muktamar XV : diarahkan kepada pengembangan gerakan untuk menuju internasionalisasi gerakan dengan mengupayakan bentuk pemberdayaan yang dapat menguatkan daya saing yang antara lain bermuatan penguasaan IPTEK dan keterampilan professional.

Dalam pemilihan langsung Muktamar XIII ini menetapkan Munawwar Khalil selaku Ketua Umum dan Husnan Nurjuman selaku Sekretaris Jendral.

Diantara berbagai pekerjaan besar yang menjadi amanat Muktamar XIII dalam periode ini antara lain :

Sosialisasi hasil lokakarya sistem perkaderan IRM yang diorientasikan pada pembentukan kader Ikatan yang memiliki kesadaran kritis dan berbagai kegiatan pengkaderan yang juga diorientasikan kepada pembentukan kader kritis.

Gerakan advokasi pada periode ini telah sampai pada fase pendampingan dan pembentukan komunitas advokasi. Hal ini diawali dengan perencanaan Gerakan Parlemen Remaja.

Gerakan infrastruktur juga tetap menjadi prioritas. Hal ini diimplementasikan dengan berbagai perumusan dan penyesuaian berbagai mekanisme organisasi mensikapi berbagai perubahan dan perkembangan baik internal organisasi dengan perubahan struktur dan system pembinaan jaringan, maupun hal eksternal seperti otonomi daerah. Hal tersebut disikapi dengan Pedoman Pembentukan Peleburan dan Pemekaran Organisasi (P4O) IRM dan Penyesuaian Pedoman Administrasi IRM.

FASE PERJALANAN IRM

Sejarah perkembangan IRM, sejak dari kelahiran Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) hingga kemudian terjadinya perubahan nama menjadi Ikatan Remaja Muhammmadiyah (IRM) pada tahun 1992 telah melampaui proses yang panjang seiring dengan dinamika yang berkembang di masyarakat baik dalam skala nasional maupun global. Hingga saat ini IRM telah melampaui tiga fase perkembangan:

Fase Pembentukan (mulai tahun 1961 s/d 1976)

Kelahiran IPM bersamaan dengan masa dimana pertentangan ideologis menjadi gejala yang menonjol dalam kehidupan sosial dan politik di Indonesia dan dunia pada waktu itu. Keadaan yang demikian menyebabkan terjadinya polarisasi kekuatan tidak hanya persaingan kekuasaan di dalam lembaga pemerintahan, bahkan juga dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam situasi seperti ini IPM lahir dan berproses membentuk dirinya. Maka sudah menjadi kewajaran bila pada saat keberaadaannya IPM banyak berfokus pada upaya untuk mengkonsolidasi dan menggalang Kesatuan Pelajar Muhammadiyah yang tersebar di Seluruh Indonesia ke dalam wadah IPM.

Upaya untuk menemukan karakter dan jati diri IPM sebagai gerakan kader dan dakwah banyak menjadi perhatian pada waktu itu. Upaya ini mulai dapat terwujud setelah IPM dapat merumuskan Khittah perjuangan IPM, Identitas IPM, dan Pedoman Pengkaderan IPM (hasil Musyawarah Nasional/ Muktamar IPM ke-2 di Palembang tahun 1969). Fase pembentukan IPM diakhiri pada tahun 1976, yaitu dengan keberhasilan IPM merumuskan system perkaderan IPM (SPI) hasil seminar Tomang tahun 1976 di Jakarta. Dengan SPI yang telah dirumuskan tersebut, maka semakin terwujudlah bentuk struktur keorganisasian IPM secara lebih nyata sebagai organisasi kader dan dakwah yang otonom dari persyarikatan Muhammadiyah.

Fase Penataan (mulai tahun 1976 s/d tahun 1992)

IPM memasuki fase penataan ketika bangsa Indonesia tengah bersemangat mencanangkan pembangunan ekonomi sebagai panglima, dan memandang bahwa gegap gempita persaingan ideologi dan politik harus segera di akhiri jika bangsa Indonesia ingin memajukan dirinya. Situasi pada saat itu menghendaki adanya monoloyalitas tunggal dalam berbangsa dan bernegara dengan mengedepankan stabilitas nasional sebagai syarat pembangunan yang tidak bisa ditawar lagi. Dalam keadaan seperti ini menjadikan organisasi-organisasi yang berdiri sejak masa sebelum orde baru harus dapat menyesuaikan diri. Salah satu kebijakan pemerintah yang kemudian berimbas bagi IPM adalah tentang ketentuan OSIS sebagai satu-satunya organisasi pelajar yang eksis di sekolah. Keadaan ini menyebabkan IPM mengalami kendala dalam upaya mengembangkan keberadaannya secara lebih leluasa dan terbuka.

Di samping itu, masyarakat pun mengalami perubahan kecenderungan sebagai akibat dari kebijakan massa mengambang yang menghendaki dilepaskannya masyarakat dari situasi persaingan dan polarisasi ideologi dan politik. Dalam situasi seperti ini akhirnya terjadi sikap apatis pada sebagian masyarakat terhadap organisasi warna ideologi yang kental. Muhammadiyah meskipun tidak terlibat dalam aktifitas politik praktis tetap mengalami dampak sikap apatis tersebut. Akibatnya aktifitas yang dilakukan memang lebih bersifat pembinaan internal dan kegiatan dakwah sosial yang tidak terlalu kentara membawa misi ideologis.

Dalam keadaan demikian IPM lebih memfokuskan aktifitasnya pada pembinaan kader dengan menekankan kegiatan kaderisasi untuk mencetak kader IPM yang berkualitas. IPM menyadari bahwa pola pembinaan kader tidak hanya cukup dengan melaksanakan aktifitas perkaderan dalam bentuk training-training semata. Permasalahan muncul ketika masyarakat pelajar sedang mengalami kegairahan religiutas. Banyak anggota dan kader-kader IPM yang telah dibina kemudian berbalik arah meninggalkan organisasinya menuju kelompok kajian keislaman yang lebih menarik perhatian dan mampu memenuhi keinginannya. Maka dalam masa ini IPM mulai menata diri dengan memberikan perhatian kepada aktifitas-aktifitas bidang pengkajian dan pengembangan dakwah, bidang Ipmawati serta bidang pengkajian lmu pengetahuan dan pengembangan keterampilan dengan porsi perhatian yang sama besar dengan bidang perkaderan.

Agenda permasalahan IPM yang membutuhkan perhatian khusus untuk segera dipecahkan pada waktu itu adalah tentang keberadaan IPM secara nasional yang dipermasalahkan oleh pemerintah karena OSIS-lah satu-satunya organisasi pelajar yang diakui eksistensinya di sekolah. Konsekuensinya semua organisasi yang menggunakan kata pelajar harus diganti dengan nama lain. Pada awalnya IPM dan beberapa organisasi pelajar sejenis berusaha tetap konsisten dengan nama pelajar dengan berharap ada peninjauan kembali kebijaksanaan pemerintah tersebut pada masa mendatang. Namun konsistensi itu ternyata membawa dampak kerugian yang tidak sedikit bagi IPM karena kemudian kegiatan IPM secara nasional seringkali mengalami hambatan dan kesulitan penyelenggaraannya. Di samping itu beberapa organisasi pelajar yang lain yang senasib dengan IPM satu persatu mulai menyesuaikan diri, sehingga IPM merasa sendirian memperjuangkan konsistensinya.

Pada sisi lain IPM merasa perlu untuk segera memperbaharui visi dan orientasi serta mengembangkan gerak organisasinya secara lebih luas dari ruang lingkup kepelajaran memasuki ke dunia keremajaan sebagai tuntutan perubahan dan perkembangan zaman. Maka pada tanggal 18 November 1992 berdasarkan SK PP Muhammadiyah No. 53/SK-PP/IV.B/1.b/1992 Ikatan Pelajar Muhammadiyah secara resmi berubah nama menjadi Ikatan Remaja Muhammadiyah.

Fase Pengembangan ( mulai tahun 1992 sampai dengan 2002 ).

Perubahan nama IPM menjadi IRM beriringan dengan suasana pada saat nama bangsa indonesia tengah menyelesaikan PJPT I, dan akan memasuki PJPT II. Banyak kemajuan yang telah diperoleh Bangsa Indonesia sebagai hasil PJPT I, diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi yang semakin baik dan pesat, stabilitas nasional yang semakin mantap, dan tingkat pendidikan, kesehatan dan sosial ekonomi masyarakat yang semakin baik. Namun demikian ada beberapa pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan bangsa Indonesia pada PJPT II, antara lain, masalah pemerataan pembangunan dan kesenjangan ekonomi, demokratisasi, ketertingggalan di bidang iptek, permasalahan sumber daya manusia, dan penegakan hukum dan kedisiplinan.

Sementara itu, era 90-an ditandai pula dengan semakin maraknya kesadaran berislam diberbagai kalangan masyarakat muslim di Indonesia. Disamping itu peran dan partisipasi ummat Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara juga semakin meningkat. Kondisi yang demikian memberi peluang bagi IRM untuk dapat berkiprah lebih baik lagi.

Pada sisi lain, kemajuan tekhnologi komunikasi dan informasi semakin membawa manusia kearah globalisasi yang membwa banyak perubahan pada berbagai sisi kehidupan manusia. Tatanan sosial, budaya, politik, dan ekonomi banyak mengalami perombakan drastis. Salah satu perubahan mendasar yang akan banyak membwa pengaruh bagi bangsa indonesia adalah masalah liberalisasi ekonomi. Liberalisasi ekonomi sebagaimana diputuskan dalam konferensi APEC merupakan kebijakan yang tidak terelakan karena mulai tahun 2003 mendatang Indonesia harus memaski era AFTA (ASEAN Free Trade Area) yang dilanjutkan pada tahun 2020 dalam skema liberalisasi perdagangan yang lebih luas tidak hanya dalam aspek ekonomi saja, tetapi juga dalam kehidupan sosial, politik dan budaya.

Pengaruh liberalisasi ekonomi berdampak luas tidak hanya dalam aspek ekonomi saja, akan tetapi juga berdampak dalam kehidupan sosial politik dan budaya. Salah satu dampak yang sekarang sangat dirasakan adalah munculnya krisis moneter yang terjadi di Asia Tenggara dan sebagai Asia Timur. Munculnya krisis yang dimulai dengan timbulnya depresi mata uang, disebabkan oleh ketidaksiapan perangkat supra struktur dan infrasturtur baik ekonomi maupun poitik dalam mengantisipasi dampak globalisasi perdagangan. Fenomena ini kemudian memunculkan tuntutan reformasi dibidang ekonomi dan politik sebagai prasyarat untuk mengantisipasi dan menyelesaikan persoalan krisis. Di Indonesia sebagai salah satu negara yang terkena krisis dan menderita paling parah muncul tuntunan reformasi. Fenomena reformasi yang dituntut masyarakat Indonesia adalah reformasi yang mendasar diseluruh bidang baik dibidang ekonomi, budaya, politik bahkan sampai reformasi moral. Tuntunan reformasi ini jelas mendesak IRM untuk melakukan peran dan fungsinya sebagai organisasi keagamaan dan dakwa Islam dikalangan remaja menjadi lebih aktif dan responsif terhadap perkembangan perjalanan bangsa menuju masyrakat dan pemerintahan yang bersih dan modern.

Dalam kondisi yang demikianlah IRM memasuki fase perkembangan, yaitu perkembangan pasca perubahan nama IPM menjadi IRM hingga terselenggaranya pelaksanaan pola kebijakan jangka panjang IRM pada muktamar XII. Diharapkan nantinya IRM telah mencapai kondisi yang telah relatif mantap baik secara mekanisme kepemimpinan maupun mekanisme keorganisasian sehingga mampu secara optimal menjadi wahana penumbuhan dan pengembangan potensi sumber daya remaja. Pengelolaan sumber daya yang dimiliki Ikatan Remaja Muhammadiyyah harus didukung dengan adanya peningktan kualitas pinpinan, mekanisme kerja yang kondusif yang seiring dengan kemajuan zaman, serta pemantapan dan pengembangan gerak Ikatan Remaja Muhammadiyah yang berpandangan ke depan namun tetap dijiwai oleh akhlak mulia. IRM dituntut untuk dapat menyipakan dasar yang kokoh baik secara institusional maupun personal sehingga tercipta komunitas yang kondusif bagi para remaja untuk siap menghadapi zaman yang akan datang.

Sumber : Buku Materi Muktamar IRM